The Age of Deception

Saat ini kita hidup dalam jaman yang menipu, suatu kebaikan bisa terlihat sebagai suatu kejahatan atau keburukan dan sebaliknya. Ini berlaku secara umum di dunia usaha, politik, ekonomi, sosial sampai hal-hal yang khusus seperti pertanian dan kesehatan.  Lantas bagaimana kita bisa mengetahui sesuatu  yang nampaknya kebaikan itu bener-bener kebaikan, atau sesuatu yang nampak keburukan itu bener-bener keburukan ? Itulah gunanya petunjuk, selagi kita berpegang kepadanya – insyaAllah kita tidak akan tersesat selamanya.

Saya ambilkan untuk contoh kasusnya adalah di dunia kesehatan dan pertanian.

Dalam tubuh rata-rata manusia hidup sekitar 100 trilyun bakteri, mereka hidup dari ujung rambut kita sampai ujung kaki, dari kulit terluar kita sampai organ paling dalam dari tubuh kita. Apakah dengan ini kita akan sangat mudah sakit ? justru dengan memahami keberadaan mereka, insyaAllah kita akan jauh lebih mudah sehat. Seperti populasi manusia, mayoritas manusia itu sebenarnya asalnya baik. Demikian pula bakteri, ada bakteri pathogen – pembawa penyakit, tetapi bila populasi bakterinya normal – yang pathogen ini akan mudah ditumpas oleh bakteri yang baik – yang jumlahnya jauh lebih banyak.

Sebelum manusia memproduksi berbagai jenis anti bakteri seperi sabun, pencuci tangan sampai antibiotics – apakah manusia saat itu lebih rentan penyakit ? pastinya tidak. Kita bunya bukti yang shahih untuk ini, yaitu kehidupan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat beliau di abad ke 7 M – sangat-sangat sedikit yang menceritakan adanya penyakit atau yang terkena penyakit.

Jaman itu kira-kira adalah 12 abad sebelum Louis Pasteur di pertengahan abad 19 memperkenalkan apa yang disebut proses Pasteurisasi. Semenjak saat itulah manusia tertipu dengan dzon-nya ilmu pengetahuan bahwa untuk susu harus di-Pasteurisasi untuk aman di minum. Bahkan di negara-negara maju, susu tidak boleh dijual kecuali telah di-Pasteurisasi.

Minuman yang oleh Allah sendiri dikabarkan sebagai minuman yang sangat bersih yang keluar di antara darah dan kotoran, tiba-tiba manusia merasa lebih tahu dan menduga bahwa minuman ini berbahaya bila diminum tanpa diproses oleh prosesnya Louis Pasteur ?

Raw_Milk

 

“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih (murni) antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. “(QS 16 : 66)

Konon kata para peneliti minum susu segar tanpa di-Pasteurisasi memiliki tingkat resiko terkena penyakit 9 kali dari susu yang di-Pasteurisasi. Tetapi kalau toh ini benar, secara absolut hasil peluang orang terkena penyakit dari minum susu segar menurut para peneliti ini pula hanya 1 per 6 juta orang. Minum susu Pasteurisasi bisa jadi  lebih aman dari serangan penyakit langsung, tetapi dengan itu juga kehilangan begitu banyak dari nutrisi yang ada di dalamnya dan hilangnya kekebalan tubuh yang terbawa oleh susu segar.

Lantas mengapa kita tidak minum susu segar ? Kita tidak bisa minum susu segar karena kita meninggalkan perintahNya untuk menggembala (QS 16:10-11 dan QS 20:53-54), kita meninggalkan perintah yang dilaksanakan oleh seluruh Nabi.  Kenapa manusia di jaman ini tidak melaksanakan perintah menggembala ini ? karena pekerjaan menggembala dianggap kuno, tidak modern, tidak bergengsi, ndeso dlsb. padahal inilah pekerjaan terbaik kedua setelah berjihad. Begitulah kita, ketika meninggalkan satu perintah atau sunnah, kita akan cenderung meninggalkan perintah yang lain. Sebaliknya begitu kita mulai melaksanakan satu perintah atau sunnah, kita akan cenderung melanjutkannya dengan perintah atau sunnah lainnya.

Kita yang hidup di jaman anti bakteri ini berusaha semaksimal mungkin membunuh bakteri di mana saja keberadaannya.  Pada tubuh kita dibunuh dengan antibiotics, di tanah-tanah pertanian dibunuh dengan pupuk kimia dan pestisida.

Bersamaan dengan terbunuhnya bakteri, menurunlah kekebalan tubuh kita karena 70 % dari pembangun kekebalan tubuh itu diproses di dalam perut kita oleh bakteri. Sama halnya dengan tanah pertanian yang hidup adalah dipenuhi ber-ratus milyar bakteri di setiap genggaman tangan, mayoritasnya akan mati manakala di tanah tersebut diguyur dengan pupuk kimia dan pestisida.

Siapa yang memberitahu bahwa tubuh manusia itu sama seperti lahan pertanian ? lebih dari seribu tahun sebelum manusia mengenal bakteri – kita sudah diberi tahu oleh Allah : “Istri-istrimu adalah seperti tanah untuk bercocok tanam…” (QS 2:223).

Memang ayat ini terkait dengan hubungan suami istri, tetapi ketika Allah menyebutkan sesuatu itu seperti sesuatu yang lain – maka persamaan yang lain akan sangat banyak. Salah satunya adalah karakter tubuh istri kita – yang berari juga tubuh kita – yang memang banyak persamaannya dengan lahan pertanian.

Lahan pertanian yang baik adalah yang hidup, gembur dan menghidupkan (ihtazzat warabat wa-anbatat) – maka demikian pula manusia yang sehat tubuhnya dipenuhi dengan bertrilyun bakteri tersebut diatas.

Karena sesuatu itu sama dengan yang lain, maka penyelesaian masalahnya juga sama. Lahan-lahan kita mati, menjadi pejal dan kalau toh masih bisa menumbuhkan tanaman kwalitas dan kawantitas hasilnya sangat menurun – dan menjadi sangat tergantung dengan pupuk dan obat-obatan kimia.

Bagaimana kalau kita mau menghidupkannya kembali ? hentikan penggunaan bahan-bahan kimia dan terapkan konsep ihtazzat warabat waanbatat , insyaAllah tanah akan hidup dan di tanah yang hidup segala macam jenis tanaman akan bisa tumbuh secara indah atau maksimal ( QS 22:5).

Karena tubuh kita sama seperti tanah pertanian tersebut, maka bila timbul penyakit solusinya juga sama. Anak-anak yang sejak kecil dihantam begitu banyak antibiotic, maka dia seperti tanah yang dihantam pupuk dan obat-obat kimia.

Tubuhnya tidak bertambah sehat dari waktu kewaktu, karena bakteri yang berada di dalam perut – yang memproses 70 % daya tahan tubuh – ikut mati ketika antibiotic mengguyur tubuhnya.

Semakin dia kehilangan daya tahan tubuh, semakin banyak antibiotic dimasukkan kedalam tubuhnya – semakin banyak lagi bakteri yang mati termasuk bakteri yang baik – begitu seterusnya tubuh menjadi semakin lemah dari waktu kewaktu. Persis seperti tanah pertanian yang perlahan-lahan menjadi tanah yang mati.

Lantas bagaimana menghentikan proses degradasi daya tahan tubuh tersebut ? sama dengan menghidupkan bumi yang mati. Bila bumi yang mati dihidupkan dengan biji-bijian (QS 36:33) dan kemudian penggembalaan (QS 16:10-11; QS 22:53-54), tubuh kita disehatkan dengan makanan yang sesuai petunjukNya.

Lihatlah kemiripan urutannya yang dirangkum oleh Allah dalam  makanan yang kita disuruh memperhatikannya. Rangkaian ayat tersebut dimulai dari biji-bijian (QS 80:27) dan ditutup dengan rerumputan untuk penggembalaan ternak (QS 80 :31-32).

Di antara dua ayat tersebut adalah 4 ayat yang membahas kategori makanan mayoritas kita yaitu buah dan sayur. Apa hubungannya buah dan sayur dengan kesehatan kita ? Selain kaya akan nutrisi, buah dan sayur (khususnya buah)  umumnya dimakan mentah.

Bersamaan dengan kita mengkonsumsi buah dan sayur segar, masuklah kedalam tubuh kita bermilyar bakteri – jangan kawatir kita akan sakit gara-gara itu – karena prinsip dasar ecosystem yang ada di alam ini adalah lebih banyak yang baik dari yang buruk. Demikian pula dengan ekosistem mikroba yang disebut microbiome – mayoritas terdiri dari mikroba-mikroba yang baik, yang salah satu tugasnya menyiapkan daya tahan tubuh di dalam perut kita.

Pendekatan semacam ini layak dicoba bila Anda atau saudara Anda ada yang sakit-sakitan, bayangkan bagaimana menghidupkan kembali tanah yang mati – maka seperti itulah kita menyehatkan tubuh yang berpenyakitan.

Bila terasa aneh, tidak sesuai dengan praktek yang luas di masyarakat dlsb. jangan kawatir – karena kita memang hidup di jaman yang menipu – the age of deception, yang benar kelihatan salah, yang baik kelihatan buruk – sejauh kita punya pegangan yang kita yakini kebenarannya, insyaAllah kita akan selamat.

 

Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Co-Founder)

(Visited 92 times, 1 visits today)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *