Live in Future

Beberapa hari berada dan bergaul dengan begitu banyak innovator di dunia energy masa depan dalam arena World Future Energy Summit, saya berusaha merangkai seperti apa kiranya dunia masa depan dengan segala temuan –temuan tersebut. Ini menjadi semacam cerita science fiction yang sudah bukan lagi fiction karena semua technology-nya sudah ada. Faktor pemungkinnya atau enabling factor-nya pun sudah ada, maka chance untuk diterapkannya technology-technology tersebut menjadi sangat besar. Maka inilah Live in Future yang saya bayangkan.

 

Awalnya adalah energy murah, dengan energy yang murah hal-hal yang sebelumnya tidak ekonomis dilakukan menjadi eknomis. Salah satu ruangan di rumah kita bisa menjadi sentra produksi makanan kita sendiri dengan pengendalian micro climate-nya , sehingga  cita-cita kita untuk growing anything anywhere menjadi bukan lagi mimpi.

 

Dengan energy yang murah kita bisa memecah partikel-partikel tanah lempung menjadi seukuran nano, dan karena sangat kecilnya partikel ini sehingga ketika disemprotkan ke pasir-pun dia bisa membungkus setiap butiran pasir menjadi tanah yang subur. Apa dampaknya ?

 

Padang pasir yang gersang berabad-abad kembali bisa ditanami dan disuburkan. Bahkan sebuah perusahaan Norwegia sudah memberikan layanan Desert Control dengan teknologi yang dia sebut Liquid Nano Clay ini,  dan sudah pula mencobakan teknologinya di sejumlah wilayah di jazirah Arab.

 

Berbagai energy yang murah sudah bisa diperoleh dengan berbagai cara, sebuah perusahaan panel surya di Abu Dhabi menyatakan dirinya akan mampu bersaing dengan penyedia energy dimanapun berada. Cost energy production mereka kurang lebih hanya sepertiga dari rata-rata cost energy kita.

 

Perusahaan lain dari Inggris bersaing di energy murah yang berasal dari gelombang di lautan. Setiap gerakan air kearah manapun bisa dipetik energy-nya, ‘pelampung’ yang dibuatnya menghasilkan energy – padahal laut tidak pernah diam ! Jadi pelampung ini terus menghasilkan energy 24/7/365.

 

Perusahaan lain yang merupakan bagian dari konglomerasi besar di negeri Teluk, mengincar sumber energy biomassa di Indonesia. Mereka heran mengapa kita belum juga menjadi leader di bidang ini dengan begitu banyak biomassa yang bisa kita hasilkan, mereka siap men-support industri apapun yang memerlukan independent energy secara off-grid di negeri ini dengan menggunakan biomassa ini.

 

Bila kita saat ini masih sering dikejutkan dengan kenaikan harga listrik, harga BBM dan juga gas, bila para pemain industri diliputi ketidak pastian ongkos produksinya karena biaya energy yang bisa naik secara berkala terus menerus, bila selama ini tidak ada opsi lain selain membeli dari supplier energy yang hanya segelintir itu saja – maka ini semua akan segera berubah. Kita harus mau berubah bila negeri ini ingin menangkap peluang kemajuan yang ada, bila negeri ini ingin memajukan 60% desa yang selama ini tertinggal dan sangat tertinggal menjadi desa-desa yang maju.

 

Dengan konsep ini kita bisa membangun potensi-potensi pulau kita yang paling terpencil sekalipun dengan energy yang dihasilkan oleh pulau itu sendiri. Pembangunan bisa merata ke seluruh pelosok negeri, kami sedang menyusun detail-plan untuk ini, tetapi untuk daerah-daerah yang mau proaktif mengembangkan potensinya sudah bisa bicara dengan kami. Demikian pula para pemain industri yang membutuhkan sumber energy yang independent dimanapun berada – sudah bisa berkomunikasi dengan kami.

 

Energy yang murah juga akan men-disrupt industri material, yang selama ini mengandalkan hasil penggalian tambang dan meratakan gunung. Setiap batang pohon yang kita tanam tiba-tiba menjadi sumber berbagai material baru dan terbarukan. Dia bisa dengan murah dipecah menjadi cellulose, lignin dan hemycellulose yang masing-masingnya bernilai tinggi.

 

Belum sampai nano-pun partikel cellulose yang dipecah menjadi sangat kecil sudah akan bisa dibentuk menjadi material apapun tanpa memerlukan perekat lagi, secara alami ada pereka hydrogen bond atau hydroxyl bond yang akan mengikat atom O dan H dengan sangat kuat seperti ikatan yang ada antara bumi dan planet lain dengan matahari.

 

Padahal dengan energy yang murah, partikel tersebut bisa terus digerus sampai seukuran nano – dan setelah itu dia bisa menjadi bahan apa saja yang sangat kuat. Orang bahkan sudah membayangkan bisa tinggal di angkasa luar dan untuk naik kesananya tidak lagi perlu pesawat ulang alik, cukup dengan semacam ‘lift’ yang talinya amat sangat tipis – lebih tipis dari kertas dan lebih kuat dari segala bentuk logam apapun yang ada saat ini.

 

Energy yang murah akan men-disrupt seluruh bentuk kehidupan yang ada saat ini, akan merubah cara orang dalam memproduksi makanan, mengelola kesehatan, mengelola transportasi, pendidikan dan pendek kata di seluruh bidang kehidupan yang ada.

 

Kalau saya mau menghasilkan bahan obat dari daun cengkeh yang zat aktifnya disebut eugenol, atau dari daun zaitun yang disebut oleuropein  misalnya – selama ini saya harus menanam cengkeh bertahun-tahun dan juga menanam zaitun dengan bersusah payah.

 

Nantinya zat-zat aktif seperti eugenol dan oleuropein bisa langsung dihasilkan di dalam tabung-tabung reactor melalui proses metabolisme cell. Tabung reactor sebesar tangki air rumah tangga kita sudah akan menghasilkan zat aktif eugenol dan oleuropein setara dengan tanaman cengkeh dan zaitun beratus hektar !

 

Dengan energy murah pula negeri ini yang memiliki lebih dari 80,000 desa namun 60 %-nya tertinggal dan sangat tertinggal – berarto sekitar 48,000 desa ! – dapat menggerakkan ekonomi pedesaan dengan sangat cepat. Desa yang semula minus karena tidak berproduksi yang cukup untuk mengimbangi konsumsinya, tiba-tiba bisa memiliki industrinya sendiri yang mereka bisa pilih sesuai dengan potensi yang ada.

 

Ibaratnya desa-desa teringgal tersebut hanya bisa menumbuhkan ranting dari pohon yang tidak berbuah sekalipun, sudah amat sangat banyak yang bisa dihasilkan dari ranting pohon ini.

 

Mungkin inilah saatnya yang disebut dalam hadist bahwa bumi akan mengeluarkan segala kesuburannya dan demikian pula langit menurunkan segala keberkahannya. Tetapi ketika saat itu terjadi, kemungkinan hari kiamat sudah sangat dekat – jadi kita belum tentu mengalami saat itu.

 

Sang professor penemu Liquid Nano Clay untuk ‘membungkus’ pasir menjadi tanah subur tersebut di atas terkejut ketika saya sampaikan bahwa – apa yang dia temukan itu membuktikan bahwa hari kiamat sudah sangat dekat. Dia bertanya – apakah buruk kalau bisa mengubah padang pasir menjadi tanah subur – karena akan mempercepat datangnya hari kiamat ?

 

Saya katakan tidak juga demikian, karena tidak ada seorang-pun yang bisa mempercepat ataupun menundanya – hanya Dia yang tahu waktunya dan hanya Dia yang menentukannya. Sedangkan kita semua hanya prajuritNya yang melaksanakan pekerjaan sesuai dengan apa yang Dia kehendaki.

 

Bahkan seandainya rankaian peristiwa kiamat sudah bener-bener mulai sekalipun, kita masih diperintahkan untuk menanam benih pohon (kurma) yang ada di tangan kita. Ini artinya kita tetap harus optimis dan beramal maksimal hingga akhir jaman, termasuk ketika kita hidup di era teknologi yang sangat maju – teknologi-teknologi ini harus sangat kita kuasai agar kita bisa beramal maksimal sesuai jamannya ! InsyaAllah.

 

Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Founder)

(Visited 114 times, 1 visits today)

One thought to “Live in Future”

Leave a Reply to Sunan Kalijogo Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *