Revolusi Satu Kaki

Dalam urusan kemandirian pangan, 70 tahun negeri ini merdeka – kita tidak kunjung sampai. Tetapi ini juga bukan untuk menyalahkan pemerintah atau siapapun yang berwenang selama ini, mereka punya tugas – dan rakyat juga punya tugas sendiri.  Selama rakyat acuh tak acuh dengan urusan pangan ini, selama itu pula pemerintah tidak akan berdaya mengatasi urusan yang satu ini. Lantas apa yang bisa kita lakukan ? Harus ada perubahan yang cepat dan mendasar yang melibatkan sebanyak mungkin rakyat, itulah yang disebut revolusi. Tetapi revolusi seperti apa yang bisa mendongkrak food security negeri ini ?

Revolusi ini saya sebut Revolusi Satu Kaki (RSK), karena sebenarnya setiap orang dari kita hanya butuh kurang lebih satu kaki persegi untuk mencukupi kebutuhan sayur sehari. Revolusi pertanian di tanah yang sangat sempit ini ini di luar negeri  disebut Bertani Dengan Saku Kaki Persegi atau Square Foot Farming  (SQF).

SQF01
Square Foot Farming @Startup Center – Depok

Karena satu kaki persegi cukup untuk memenuhi kebutuhan sayur per orang per hari, maka bila satu keluarga memiliki empat anggota sebenarnya rata-rata keluarga hanya butuh empat kaki persegi untuk mencukupi  kebutuhan sayurnya.

Bagaimana kalau kita ingin swasembada sayuran ini sepanjang hari sepanjang tahun ? berapa luasan lahan yang kita butuhkan ? tergantung apa yang kita tanam. Bila yang kita tanam adalah microgreen – semua jenis sayur yang dipanen sangat muda maksimal 21 hari, maka satu keluarga dengan empat orang anggota keluarga hanya butuh luas lahan 84 kaki persegi atau 7.8 m2 – untuk bisa menikmati sayurnya sendiri setiap hari sepanjang tahun.

lettuce
17 Days Lettuce Microgreen @JonggolFarm

Kalau yang ditanam adalah sayuran normal yang waktu panennya antara 40 sampai 60 hari, maka yang dibutuhkan oleh keluarga tersebut adalah 4 x 60 =240 kaki persegi atau 22.30 m2.

Siapa yang punya lahan 7.8 m2 atau 22.30 m2 ini ? rata-rata keluarga di Indonesia – yang punya rumah hampir pasti memiliki luas lahan yang dibutuhkan ini, bisa di halaman, teras atau dek di atas rumahnya. Selama ini mungkin sudah ditanami rerumputan atau tanaman lainnya yang enak dipandang. Tinggal satu lagi sebenarnya yaitu mengajak masyarakat untuk membuat lahannya enak dipandang dan enak dimakan – ini yang disebut edible landscape.

Bagaimana kalau luasan lahan yang Anda miliki lebih dari angka-angka tersebut di atas ?, Anda berpotensi menjadi produsen sayur segar – bukan hanya untuk keluarga Anda, tetapi juga untuk lingkungan sekeliling Anda. Bahkan bila Anda memproduksi lebih dari yang Anda butuhkan, InsyaAllah Anda dalam waktu dekat juga  bisa bergabung dalam jaringan vendornya 101Salads.com.

Bagaimana bertani di tanah yang sangat sempit ini bisa dilakukan ? Inilah inti dari materi Urban Farming Workshop 23/24 April 2016 mendatang di Startup Center – Depok.

Program ini sebenarnya untuk masyarakat seluas mungkin, hanya saja karena somehow harus ada yang mendanainya – maka kita buatkan dalam dua versi. Bagi anak-anak muda yang ingin betul mendalami masalah kemandirian pangan ini – dan mereka adalah kader-kader masa depan yang akan dapat mendakwahkan ilmunya bagi orang lain, maka kepada mereka disediakan pelatihan intensif 3 bulan di Madrasah Al-Filaha, yang semuanya gratis. Sampai sekarang sudah ada tiga angkatan untuk ini.

Lantas siapa yang akan membiayai mereka-mereka ini agar program terus dapat berjalan ? maka dari sinilah munculnya program berbayar untuk masyarakat yang ingin belajar untuk dirinya sendiri atau bahkan untuk dikembangkan menjadi usahanya sendiri. Dari cross-subsidy seperti inilah gerakan I Grow My Own Food insyaAllah dapat berkelanjutan.

Hanya bertanam sayur untuk keperluan sendiri memang tidak serta merta akan membuat negeri ini swasembada pangan. Tetapi inilah setidaknya langkah awal yang sehat, bagaimana masyarakat bisa diajak untuk rame-rame terlibat dalam pemenuhan kebutuhan makanan mereka sendiri. Ini small win yang harus bisa kita menangkan, sebelum menaklukkan tantangan yang lebih besar lagi.

Bagian dari Urban Farming Workshop ini adalah mengajak masyarakat untuk untuk mahir bertani dengan segala kendala yang ada di perkotaan. Setelah pandai menanam sayur yang usianya rata-rata pendek, masyarakat akan dengan mudah menjadi siap untuk menanam buah – yang usianya rata-rata lebih panjang.

Kombinasi buah dan sayur inilah jenis makanan yang paling banyak disebut kategorinya oleh Allah di ayat-ayat makanan seperti di surat ‘Abasa ayat 24-32 dan sejumlah ayat-ayat lainnya. Jadi fokus makanan kita adanya di buah dan sayur, kalau sudah kita mulai sayurnya – tinggal selangkah lagi buahnya.

Setelah buah dan sayur dikuasai oleh masyarakat sendiri, kebutuhan pangan untuk biji-bijian dan bahkan juga daging akan bisa turun drastis – sehingga kita tidak lagi perlu impor bahan pangan kita dari negeri lain.

Untuk make sure bahwa yang kami share dalam pelatihan tersebut bukan hanya teori, maka kami harus mencobanya sendiri – dan foto-foto di halaman ini semuanya adalah dari hasil percobaan kami yang dari waktu ke waktu terus kita diskusikan dan sempurnakan dengan team yang terkait.

Di satu kaki persegi inilah kami bisa melihat langkah awal untuk mandiri di bidang pangan itu bisa dimulai. Lantas mengapa kita tidak mulai ? Bersamaan dengan workshop tersebut di atas atau bahkan sebelumnya, kami akan mulai me-release serangkaian video creative campaign untuk mengajak masyarakat luas mampu dan mau menanam (sebagian) makanannya sendiri – I Grow My Own Food !. InsyaAllah.

 

Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Co-Founder)

(Visited 84 times, 1 visits today)

3 thoughts to “Revolusi Satu Kaki”

  1. Ide yg cemerlang, sdh selayaknya anak anak dibangunkan kesadaran tak hanya mencintai tanaman karena mereka membutuhkannya, tapi juga menanam, menumbuhkan, memiliki dan merawatnya hingga melihat dan memetik hasilnya, insha Allah tak hanya kepuasan yg mereka dapatkan namun rasa syukur pada Allah tumbuh pada Sang Maha Pencipta dan Maha Memelihara juga Maha Melindungi, insha Allah.Aamiinn

  2. wirausaha di bidang pertanian sekarang ini kurang dilirik oleh banyak orang, padahal bila ditekuni secara serius dan intensif bisa mendapatkan penghasilan di atas UMR, sudah saatnya kesadaran tentang hal ini dibangun.

Leave a Reply to Ari Sukmawati Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *