Gambara

Bagian dari rencana aksi iGrow.Asia ekspansi ke Afrika, hari-hari ini kami menerima kunjungan professional dan pengusaha muda dari Kenya. Selama proses study banding mereka ke kebun-kebun kami, tidak henti-hentinya mereka mengagumi kesuburan negeri ini yang menampakkan kehijaunnya dari ujung ke ujung. Namun ketika mereka tahu bahwa negeri ini masih mengimpor begitu banyak bahan pangan, serta merta mereka berucap gambara! Menarik sekali belajar dari mereka apa yang mereka maksudkan dengan istilah ini.

 

Gambara adalah dari bahasa resmi Kenya (Kiswahili) yang diadopsi dari bahasa Inggris ( Penjajah mereka dahulu) yang artinya ‘gun bearer’ – pembawa senjata. Karena orang Kenya sulit mengucapkan ‘gun bearer’ , maka muncullah pengucapan mereka gambara.

 

Karena senjata-senjata itu berat, dan orang Inggris menjadikan Kenya sebagai lahan perburuan mereka untuk hobby maupun untuk memburu bahan industry kulit – mereka menggunakan tenaga-tenaga setempat, suku asli Kenya untuk memikul senjata-senjata tersebut.

 

Ironinya adalah yang membawa senjata adalah orang lokal, orang –orang kulit putih berjalan melenggang tidak membawa apa-apa – tetapi orang orang lokal yang memikul senjata tersebut akhirnya dijajah oleh orang kulit putih yang tidak membawa apa-apa.

 

Mengapa demikian ? Karena orang lokalnya hanyalah gambara – ‘gun bearer’ , mereka memikul senjata tetapi tidak punya ilmu untuk menggunakannya, kalau toh dia mulai belajar sedikit ilmu dengan melihat orang kulit putih menggunakan senjatanya – orang lokal ini tidak berkesempatan untuk berlatih, jadi tidak memiliki skills untuk menggunakan senjata.

 

Lebih dari itu, dengan hanya sedikit ilmu dan tanpa skills – meskipun memanggul senjata – para gambara ini tidak cukup keberanian untuk melawan kulit putih penjajahnya meskipun ketika para kulit putih ini ridak sedang memegang senjatanya.

 

Mengapa mereka teringat istilah gambara – yang merupakan bagian dari sejarah penjajahan di  Kenya, ketika melihat negeri ini mengimpor begitu banyak bahan makanan padahal negeri ini amat sangat subur dan penuh kehijauan – dibandingkan dengan negeri mereka yang rata-rata kering dan gersang ?

 

Sebagai orang luar mereka melihat yang tidak kita lihat. Mereka melihat pasti kitapun masih sedang ‘terjajah’ oleh ‘kulit putih’. Kita yang memiliki lahan-lahan subur, apa saja kita tanam insyaAllah tumbuh – tetapi kita tidak cukup keberanian untuk melawan ‘penjajahan perdagangan’ yang dilakukan oleh ‘kulit putih’ jaman ini.

 

Keberanian ini tidak muncul karena kita tidak memiliki skills’ atau ketrampilan yang cukup untuk mengolah seluruh potensi yang ada di negeri ini secara maksimal. Skills ini tidak muncul karena proses pendidikan kita yang hanya menghasilkan orang-orang yang sedikit ilmu disana-sini.

 

Lantas bagaimana kita agar tidak hanya menjadi gambara – atau gun bearer, membawa ‘senjata’ tetapi tidak berdaya melawan penjajah yang ‘tanpa senjata’ ? Kita bisa belajar dari mereka-mereka ini.

 

Di negeri mereka yang berpenduduk mayoritas Kristiani (Protestan, Katolik dan Kristen), umat Islam hanya sekitar 12 % dari sekitar 47 juta penduduk negeri itu. Islam secara kwantitas tergerus jumlahnya dari negeri yang dahulunya bagian dari kesultanan Oman dan kemudian kesultanan Zanzibar ini – tetapi tidak secara kwalitas.

 

Kondisinya terbalik dengan negeri kita, Islam masih mayoritas di negeri ini tetapi kekuatan ekonomi dipegang oleh orang lain. Di Kenya sebaliknya, mereka minoritas tetapi justru menguasai ekonomi negeri itu. Bagaimana mereka melakukannya ? Dengan membalik arah sejarah gambara atau gun – bearer tersebut di atas !

 

Umat Islam di sana rajin menuntut ilmu, baik ilmu keagamaan maupun juga ilmu-ilmu life skills yang dibutuhkan untuk unggul di jaman ini. Tamu-tamu saya yang rata-rata pengusaha muslimah belia disana, mereka menempuh pendidikan keagamaannya sampai Pakistan, menempuh pula pendidikan bisnisnya sampai Malaysia bahkan juga Amerika – dan dari sanalah mereka mengenal iGrow.Asia.

 

Tidak sekedar belajar dan mengumpulkan ilmu, ketika kembali ke negerinya mereka tidak bercita-cita untuk menjadi pegawai – secara berjama’ah umat Islam di sana saling bantu membantu mendorong keberanian anak muda untuk terjun ke dunia usaha. Dari keberanian mereka inilah akhirnya muslim yang minoritas di sana, justru unggul dalam penguasaan ekonominya.

Reverse Gambara Process
Reverse Gambara Process

 

Maka inilah oleh-oleh tamu-tamu kami dari Kenya tersebut untuk umat Islam di negeri ini, jangan mau kita jadi gambara – memikul beratnya senjata para penjajah ‘ekonomi’ kita. Kita yang menguasai segala resources yang dibutuhkan dunia saat ini, tetapi kita tidak berdaya melawan dominasi mereka.

 

Agar tidak sekedar menjadi gambara ini, tiga hal yang perlu kita lakukan. Pertama adalah menuntut ilmu secara maksimal – segala macam ilmu yang kita butuhkan untuk keselamatan kita di akhirat nanti, tetapi juga tidak lupa untuk menguasi ilmu yang dibutuhkan untuk unggul di dunia saat ini. Karena di dunia inilah kita mencari bekal untuk akhirat kita nanti !

 

Tetapi ilmu juga tidak akan berarti banyak bila tidak diamalkan terus menerus sampai menghasilkan skills dan kemudian hikmah, dan dari sinilah diharapkan akan memunculkan keberanian – courage untuk merdeka melawan segala bentuk penjajahan yang membelenggu kita hingga saat ini. InsyaAllah.

 

Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Founder)

(Visited 108 times, 1 visits today)

One thought to “Gambara”

  1. amin
    kang moga-moga di masa depan kita dan saudara-saudara kita yang seakidah tidak ada yang menjadi ganbarra!
    semoga doaku terkabulkan!

Leave a Reply to Dzakwan Febriansyah Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *