Food Gap

Situs resmi Bank Dunia tahun lalu mengungkapkan bahwa tahun 2050 ketika penduduk dunia mencapai 9 milyar orang, dunia membutuhkan pangan 50 % lebih banyak dari sekarang. Masalahnya adalah, alih-alih naik 50 % – produksi pangan dunia justru cenderung turun 25 % karena perbagai faktor seperti perubahan iklim, penurunan kesuburan tanah, penurunan kwalitas air dan kerusakan perbagai sumber daya alam lainnya. Apa yang kita lakukan kini, ikut menentukan apakah jurang pangan (food gap) itu melebar atau kita bisa merintis jalan untuk menutupnya.

Pada tingkat produksi pangan dan jumlah penduduk saat ini, produksi pangan mestinya cukup bagi seluruh penduduk dunia. Kenyataannya kini ada sekitar 800 juta orang yang masih lapar atau sekitar 11 % dari penduduk dunia. Bisa dibayangkan ketika penduduk dunia naik, tetapi justru pangan yang diproduksinya menurun.

Jurang pangan akan semakin menganga lebar. Orang-orang kaya tetap akan mampu membeli pangan yang harganya melambung tinggi, sementara yang tidak mampu membeli bahan pangan secara cukup akan semakin tambah banyak.

food gap

Kita tentu tidak ingin anak cucu kita hidup lebih buruk dari apa yang kita alami sekarang, maka saatnya kita berbuat untuk membalik arah. Seberapa kecil-pun arah itu berbalik, tetap akan lebih baik dari membiarkan trend menganganya jurang pangan tersebut terus melebar. Apa konkritnya yang bisa kita lakukan ?

Yang pertama dan minimal adalah perubahan sikap kita terhadap produksi pangan. Bila selama ini sebagian besar kita – dalam kapasitas apapun – cenderung cuek terhadap produksi pangan, kita menganggap bahwa itu tugas orang lain dan bukan tugas kita – maka mulai saat ini kita bisa bersikap bahwa urusan pangan bagi dunia, ya urusan kita semua.

Setelah kita menyikapinya dengan benar, yang kedua adalah berusaha berbuat. Apa yang bisa kita lakukan untuk kontribusi positif membalik arah dari menganganya jurang pangan kearah kecukupan pangan yang menyeluruh atau tertutupnya jurang pangan.

Bila langkah yang pertama dan kedua ini kita lakukan, kita akan terkejut dengan potensi peran positif yang ada pada diri kita masing-masing. Katakanlah bertani sendiri secara langsung kita tidak bisa – dan memang tidak harus bisa, kita tetap bisa berbuat dengan dana/modal yang ada pada diri kita, pengetahuan yang ada di kita, pengaruh kita, kebijakan kita dlsb.

Langkah berikutnya adalah bagi yang ingin serius ikut berbuat secara maksimal, baik dengan modal, tenaga, pemikiran maupun pengaruhnya. Kelompok yang ingin menempuh extra miles inilah yang dari waktu ke waktu  ingin kami organisasikan dan fasilitasi sehingga bersama-sama kita bisa berbuat maksimal.

Selain yang sudah kita lakukan dalam bentuk pelatihan-pelatihan gratis di Madrasah Al-Filaha , insyaAllah dalam waktu dekat kami juga akan luncurkan workshop intensif 2 hari di akhir pekan – untuk membangun wawasan sekaligus bekal awal maksimal bagi yang serius ingin berkontribusi bagi perbaikan produksi pangan dunia.

Bertani dengan orientasi hasil jangka pendek, tetapi merusak alam dan kesuburan lahan seperti yang terjadi selama ini ternyata sangat membahayakan kecukupan pangan jangka panjang – seperti yang ditunjukkan oleh ilustrasi tersebut di atas. Maka kita juga harus bisa bertani yang sekaligus memperbaiki alam dan lingkungannya.

Maka program workshop intensif dua hari tersebut kami beri nama  Integrated Organic Farming – Intensive Workshop. Agar Integrated Organic farming (IOF) ini tidak hanya sekedar wacana yang keren tetapi minim aplikasi, maka workshop akan dipandu oleh tenaga-tenaga terbaik di bidangnya.

Workshop juga akan diadakan di lokasi terbaik untuk tujuan ini, yaitu langsung  di lokasi model terbaik di Indonesia untuk Integrated Organic Farming – yang bisa saya temukan sejauh ini. Di kawasan sejuk kota wisata Tawang Mangu – Jawa Tengah, saya menemukan lokasi terbaik  untuk maksud tersebut.

Di lokasi tersebut misalnya, pertaniannya telah diintegrasikan secara pari purna dengan peternakan, perikanan bahkan sampai outlet akhir berupa restoran dan perhotelan. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel dan restoran ini sebagian terbesarnya diproduksi di lokasi yang sama, mulai daging, ikan, buah sampai sayuran.

Di lingkungan ini juga sudah diberlakukan zero waste, tidak ada limbah yang terbuang dari restoran maupun hotel. Semua bisa dikonversi menjadi pakan ternak, pakan ikan sampai pupuk organic untuk menanam lagi sayur dan buah. Buah yang kurang manis menjadi manis, pohon yang buahnya biasa-biasa bisa menjadi luar biasa – semua berbekal bahan-bahan organic – limbah dari aktivitas komersial di lokasi ini.

Workshop ini akan agak mahal – kalau ukurannya pelatihan-pelatihan yang selama ini kami lakukan selalu gratis , karena akan melibatkan berbagai team facilitator lapangan – lengkap dengan akomodasi hotel dlsb. Pesertanya juga tidak akan massal karena kami hanya membidik yang serius ingin berbuat.

Target kami adalah sepulang dari worksop ini, Anda punya wawasan yang lengkap sekaligus tahu mulai dari mana dan apa yang Anda lakukan untuk membuat seperti yang ada dicontohkan di lokasi worksop ini.

Bila banyak-banyak yang berbuat seperti ini kedepannya, maka insyaAllah dalam jangka panjangnya Food Gap akan bisa kita minimalisir atau bahkan mulai ke arah menutupnya.

Target berikutnya dari peserta workshop adalah menularkan apa yang dipelajarinya ke lingkungan masing-masing, bahkan tidak tertutup kemungkinan untuk menyebarkan  sampai keluar negeri – karena yang lapar itu ada di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia.

Pasca pemuatan konsep iGrow di majalah bisnis kenamaan Forbes, kami banyak dihubungi organisasi maupun perorangan di luar negeri yang ingin mengadopsi konsep resources integration-nya iGrow untuk diterapkan di negeri-negeri mereka.

Maka saya melihat konsep Integrated Organic Farming (IOF) – yang intinya adalah Islamic Farming – sesungguhnya adalah hal yang dibutuhkan dunia saat ini untuk menutup food gap tersebut di atas. Untuk memassalkan kerja rame-rame mengatasi problem pangan bagi dunia ini, platform iGrow-pun akan terus kami sempurnakan.

Bahkan team inti iGrow saat ini ada di Silicon Valley – sampai sekitar  enam bulan kedepan, untuk test the water agar  startup terbaik Asia (2014) dan runner up Euro Asia (2015) tersebut – bisa benar-benar siap menjadi platform global untuk mengatasi problem pangan bagi dunia. Ini hanya akan terjadi bila kami juga mengajak serta banyak-banyak operator lapangan yang berwawasan dan berbekal maksimal di bidang IOF tersebut di atas. InsyaAllah.

 

Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Co-Founder)

(Visited 154 times, 1 visits today)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *