Food 4 Nation

Mengharapkan burung terbang tinggi tetapi punai di tangan dilepaskan – itulah peribahasa yang pas bagi sumber pertumbuhan ekonomi negeri ini. Kita ikut-ikutan mengejar sektor pertumbuhan ekonomi dari sektor industri dan jasa – sebagaimana dilakukan di negeri-negeri yang maju – tetapi sektor pertanian kita justru menjadi bancakan negeri-negeri lain. Negeri subur dengan penduduk yang mendekati 260 juta ini sesungguhnya memiliki sumber internal untuk pertumbuhan ekonomi yang luar biasa besar – yaitu pemenuhan kebutuhan rakyatnya sendiri, khususnya di bidang pangan.

 

Setiap negeri punya karakternya sendiri, sehingga kita tidak bisa mencontoh model pertumbuhan negeri lain. Negeri tetangga yang penduduknya sedikit dan lahannya tidak seberapa – tentu sumber pertumbuhan ekonomi yang menarik adalah sektor jasa.

 

Demikian pula negeri maju yang memiliki banyak resources, setelah kebutuhan penduduknya terpenuhi – maka sumber pertumbuhan ekonominya harus dikejar dari negeri lain. Maka mereka mengunggulkan sektor industri dan jasa untuk mengejar pertumbuhan ekonominya.

 

Sebaliknya Indonesia, kita negeri dengan penduduk yang sangat banyak dengan tanah yang subur. Kita memiliki pasar yang besar untuk pemenuhan kebutuhan penduduknya sendiri yang utama yaitu pangan, dan kita juga memiliki resources yang cukup sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan penduduk tersebut.

 

Jadi sebelum mengejar pertumbuhan dari sektor industri dan jasa – yang masih harus bersaing sangat ketat dengan negeri lain, mengapa tidak ‘punai di tangan’  – potensi pertumbuhan dari sektor pangan ini yang kita optimalkan penggarapannya dahulu ?

 

Untuk melihat berapa besar sih sesungguhnya potensi ekonomi yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan ini, saya tidak menggunakan statistik eknomi yang biasa – saya menggunakan dua pendekatan yaitu Al-Qur’an dan Science yang terkait dengan kebutuhan pangan manusia.

 

Dari Al-Qur’an surat ‘Abasa ayat 23-32 kita tahu bahwa komposisi makanan kita kurang lebih 1/8 biji-bijian, 6/8 kelompok buah – sayur-rempah dan 1/8 adalah kebutuhan daging dan sumber hewani lainnya.

 

Demikian pula pendekatan scientific yang mengukur kebutuhan pangan manusia berdasarkan unsur-unsur yang dibutuhkannya meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral – hasilnya kurang lebih sama dengan pendekatan Al-Qur’an tersebut, yaitu kebutuhan pangan terbesar harus dipenuhi dari sumber-sumber buah , sayur dan rempah.

 

Mengapa sumber pangan utama kita sesungguhnya bukan biji-bijian ataupun daging – dua hal yang selama ini dikejar dan diributkan ? Selama ini  kita salah mengira seolah dari sinilah kecukupan pangan itu dipenuhi. Biji-bijian bagus sebagai sumber karbohidrat, tetapi minim vitamin dan mineral.

 

Demikian pula daging, dia sebagai sumber protein dan lemak – tetapi tidak bisa diandalkan untuk pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral. Sebaliknya buah-buahan, sayur dan rempah – mereka ini pada umumnya sedikit mengandung karbohidrat, protein dan lemak – tetapi dari sumber-sumber inilah kebutuhan vitamin dan mineral yang lengkap dapat dipenuhi.

 

Walhasil komposisi makanan kita idealnya memang harus lengkap seperti yang direnceng dalam rangkaian ayat-ayat di surat ‘Abasa tersebut di atas. Mengapa fokus pada biji-bijian seperti swasembada beras misalnya, tidak akan mencukupi kebutuhan pangan kita ?

 

Hitungannya kurang lebih begini , kalau kita makan beras 100 gram sehari misalnya – kita sudah dapat karbohidrat sekitar 27 % dari yang kita butuhkan hari itu. Tetapi vitamin-vitamin utama seperti A, C, K kita tidak dapat, demikian pula dengan mineral-mineral utama seperti Calcium, Iron dan Potassium kita mendapatkan sangat sedikit.

 

Kalau makanan kita diperbanyak beras dan sedikit lauk-pauk seperti pada makanan utama kita pada umumnya, maka sangat mungkin kita akan kelebihan karbohidrat – tetapi kekurangan vitamin dan mineral. Kita menjadi kelebihan energi tetapi kekurangan nutrisi.

 

Inilah yang disebut High Energy Density (HED) Food yang membawa kerawanan terhadap penyakit-penyakit seperti diabetis, obesity dlsb. Ketika berasnya diganti dengan produk-produk berbasis tepung lainnya seperti roti, mie dlsb. – maka efek HED food-nya tetap.

 

Sebaliknya orang-orang yang beranjak kaya, yang mereka lakukan kemudian adalah mengkonsumsi banyak daging dalam berbagai bentuknya – burger, steak, fried chicken dlsb. Makanan-makanan seperti ini kaya protein dan juga lemak, 100 gram ayam mengandung protein cukup untuk 44 % kebutuhan protein kita sehari dan 24 % kebutuhan lemak – tetapi lagi-lagi minim vitamin.

 

Jadi dari mana kebutuhan vitamin dan mineral dipenuhi ? itulah dari kelompok buah, sayur dan rempah. Karena konsentrasi vitamin dan mineral itu umumnya rendah, maka perlu makan banyak buah dan sayur agar kebutuhan vitamin dan mineral itu terpenuhi.

 

Pada beberapa jenis buah dan sayur juga mengandung karbohidrat, protein dan bahkan juga lemak. Jadi ketika kita makan banyak buah dan sayur yang lengkap, kebutuhan akan unsur makanan lainnya juga ikut tercukupi tanpa harus takut berlebihan.

food4nation
Food 4 Nation : iGrow My Own Food

 

Maka ketika kebutuhan makanan kita disusun berdasarkan petunjukNya, yang kemudian terbukti juga sesuai dengan fitrah kebutuhan tubuh kita – komposisi makanan kita ini akan menjadi sangat menarik juga dari sisi ekonomi.

 

Ilustrasi di atas menggambarkan potensi ekonomi yang bisa digerakkan dari pemenuhan kebutuhan makanan kita yang fitrah tersebut. Potensi pasar terbesar bukan pada beras, gandum ataupun daging – tetapi pada kelompok buah, sayur dan rempah.

 

Sekitar 75%-85% pasar makanan kita akan berada di kelompok buah, sayur dan rempah. Potensi ini sendiri kurang lebih senilai US$ 331 Milyar, baru selebihnya di biji-bijian (US$ 28 Milyar) dan terakhir kelompok daging dan sumber hewani lainnya (US$ 9 Milyar).

 

Potensi ekonomi pangan sebesar US$ 368 Milyar atau setara 40 % GDP kita yang kini berada di kisaran US$ 900 Milyar inilah yang selama ini jadi bancakan negeri-negeri lain yang telah lebih dahulu melihat kita sebagai target pasarnya. Mereka akan rela berbuat apapun untuk mempertahankan pasarnya ini, dan inilah yang membuat negeri ini bias dalam upaya membangun food security-nya, dan dampaknya juga bias dalam mengejar pertumbuhan ekonominya.

 

Dari ilustrasi tersebut yang paling menarik adalah 75%-85 % kebutuhan pangan kita itu berada pada kelompok buah, sayur, dan rempah. Kelompok makanan yang ini masih sangat mungkin untuk diupayakan sendiri secara rame-rame oleh masyarakat yang luas.

 

Kita mungkin tidak bisa menanam padi atau gandum sendiri di pekarangan kita, kita mungkin juga tidak bisa berternak untuk menghasilkan daging dan susu sendiri – tetapi untuk menanam sayur dan buah, insyaAllah mayoritas kita masih bisa melakukannya sendiri.

 

Buah , sayur dan rempah sangat mungkin kita tanam di pekarangan-pekarangan kita sendiri bahkan juga di pot-pot. Selagi masih ada matahari dan sedikit air, insyaAllah kita masih bisa menanam makanan kita sendiri.

 

Maka disinilah menurut saya kampanye besar untuk gerakan I Grow My Own Food itu layak untuk diperjuangkan, selain kita akan bisa memenuhi mayoritas kebutuhan pangan kita sendiri – kita juga akan mendongkrak GDP Nasional kita, melalui jalur produksi sekaligus mengerem impor – karena setiap Dollar impor yang kita rem akan menambah GDP sejumlah yang sama.

 

Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlewati – sambil memenuhi kebutuhan makanan yang sehat, tergali pula sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang inherent di negeri yang berpenduduk sangat banyak namun juga sangat subur ini. InsyaAllah.

 

Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Founder)

(Visited 104 times, 1 visits today)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *