Bertani Dengan Science dan Guidance

Krisis pangan yang berujung pada Food Gap yang semakin menganga sebenarnya mudah dideteksi gejalanya di sekitar kita. Selain harga pangan yang semakin mahal, juga kwalitas makanan yang semakin menurun - buah dan sayur tidak lagi beraroma juga salah satu gejalanya. Krisis ini bisa dicegah bila kita bisa memahami inti permasalahannya. Untuk memahami ini dalam tataran teknis operasional kita butuh science, tetapi tentu science saja tidak cukup – karena science hanya menghasilkan dzon (dugaan) sectoral sesaat. Kita butuh guidance – yang kebenarannya hakiki sepanjang jaman, dan ilmuNya meliputi segala sesuatu.

Saya ambilkan contoh buah jeruk yang tidak lagi beraroma harum dan manis rasanya – seperti jeruk keprok yang kita rasakan sewaktu kita kecil dahulu. Itupun kalau bisa berbuah banyak, bila Anda menanam pohon jeruk atau pohon apapun di halaman Anda sekarang – kecil kemungkinan buahnya bisa optimal, seperti buah-buahan jaman dahulu. Mengapa?

jeruk keprok

Untuk tumbuh subur tanaman butuh tanah yang mengandung segala macam mineral dan tanah yang dipenuhi microflora – komunitas microorganism yang ada di tanah meliputi microba, jamur dan algae.

Mineral yang semula memenuhi lapisan permukaan bumi kita itu, dari waktu kewaktu tergerus air hujan – mengalir ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Dampaknya mineral yang sangat dibutuhkan tanaman itu menjadi langka. Di perkotaan gerusan ini berjalan lebih cepat karena air jarang meresap di tanah perkotaan.

Itulah sebabnya tanah-tanah perkotaan lebih cepat kehilangan kesuburuannya, ketika Anda menanam buah-buahan-pun tidak berbuah secara optimal baik kwantitas maupun kwalitasnya. Hal yang sama terjadi di pedesaan tetapi dengan tingkat penggerusan yang lebih rendah, lebih rendah lagi tingkat penggerusannya di daerah yang lingkungan alamnya terpelihara.

Selain melalui proses penggerusan air hujan, mineral juga disedot oleh tanaman-tanaman di daerah pertanian. Itulah sebabnya di daerah pertanian manusia modern menaburinya dengan pupuk-pupuk kimia berupa NPK dlsb. Dan disinilah salah satu letak dzon atau dugaannya itu.

Manusia mengira bahwa dengan menggantikan beberapa zat kimia, NPK dan sejenisnya mereka telah mengembalikan kesuburan lahan. Untuk sesaat nampak seolah benar, tetapi tidak sampai seabad usia manusia, moanusia modern telah menyadari kesalahannya dari dzon pupuk kimia tersebut.

Pertama tanaman tidak hanya butuh beberapa zat kimia seperti NPK dan sejenisnya, ada lebih dari 90 mineral di muka bumi ini – hingga kini belum semuanya dipahami manusia berapa yang dibutuhkan tananaman dan untuk fungsi apa masing-masingnya.

Yang kedua adalah ketika beberapa zat kimia yang dikira memberi manfaat tersebut ditambahkan terus menerus ke tanah, dampaknya tanah menjadi overdosis dengan zat-zat kimia tertentu – yang tentu saja tidak semuanya bisa diserap tanaman.

Lantas kemana kelebihannya ? Seperti manusia yang keracunan obat, kelebihan zat kimia itu meracuni tanah dan membunuh microflora yang jumlahnya milyaran di setiap genggaman tanah.

Kombinasi antara overdosis sejumlah unsur kimia, berkurangnya unsur-unsur lain dan terbunuhnya (sebagian) microflora inilah yang membuat tanah-tanah pertanian maupun perkotaan tidak lagi memberikan hasil optimal dari sisi kwalitas maupun kwantitas dalam jangka panjang.

Dalam jangka pendek fenomena ini juga bisa kita amati dari rasa buah di musim kemarau dan musim penghujan. Mengapa buah jambu Anda tidak terasa manis di musim penghujan, sementara ketika berbuah di musim kemarau masih lebih manis rasanya ?

Salah satu penyebabnya adalah konsentrasi mineral yang ada di dalam tanah. Ini bisa dianalogikan dengan sesendok gula yang bila Anda campur dengan segelas air, maka air menjadi manis. Tetapi bila sesendok gula yang sama Anda campur dengan 1 galon air, maka air dalam galon tidak terasa manis.

Ketika jumlah mineralnya sama, air yang diserap tanaman di musim kemarau mengandung konsentrasi mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan air yang diserap tanaman di musim penghujan.

Itu semua adalah penjelasan dari sisi science-nya, tetapi ketika kita mengatasi masalah hanya dengan science – kita tahu dampaknya seperti kasus pupuk di atas. Manusia mengira dengan pupuk iu telah berbuat kebaikan, tetapi kenyataannya sebaliknya dalam jangka panjang – merusak lingkungan dan kehidupan microflora di dalam tanah – yang berujung  Food Gap tersebut di atas.

Lantas kalau kita gunakan guidance atau petunjuk, apakah petunjuk kehidupan kita – Al-Qur’an – itu memberikan penjelasan teknis detil untuk masalah-masalah operasional seperti pupuk tersebut di atas?

Tentu saja – Al-Qur’an yang merupakan petunjuk menyeluruh, jawaban untuk seluruh masalah itu menjelaskannya. Bahkan lebih dari 1000 tahun sebelum manusia bisa memahami adanya unsur-unsur NPK dlsb. tersebut di atas, petunjuk itu sudah turun menjelaskannya.

Hanya petunjuk ini tidak serta merta bisa dipahami semua orang. Perlu manusia yang tidak berhenti memikirkan ciptaanNya, ketika berdiri, duduk maupun berbaring – sepanjang waktu, itulah yang disebut ulil albab atau orang yang menguasai inti persoalan.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi ulil albab, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.” (QS 3 :190-191)

Di ayat lain, Allah juga janjikan Hikmah – yaitu pemahaman yang mendalam tentang petunjukNya itu – kepada orang-orang yang sama yaitu para ulil albab.

“Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya para ulil albab-lah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)” (QS 2:269)

Nah petunjuknya sama yaitu Al-Qur’an yang hanya 6000-an ayat didalamnya. Tetapi tidak serta merta semua yang membacanya memperoleh jawaban tentang semua persoalan itu. Untuk bisa memperolehnya, seseorang harus tidak berhenti memikirkan ciptaanNya, terus mengingatNya, dan mengakui ketidak sia-siaan setiap ciptaanNya. Saat itulah dia menjadi seoang ulil albab berdasarkan definisi rangkaian ayat yang pertama di atas. Dan kepada mereka inilah Allah janjikan hikmah – kepahaman yang dalam tentang Al-Qur’an itu.

Sekarang kita coba aplikasikan pendekatan petunjukNya ini untuk hal yang sudah bisa dijelaskan secara science tersebut di atas. Tentang tanaman yang menurun hasilnya dari sisi kwalitas maupun kwantitas, juga tentang buah yang tidak terasa manis di musim hujan.

Perhatikan di dua pasang rangkaian ayat-ayat berikut. Perhatikan persamaannya di kata-kata yang saya tebalkan. Apa yang dapat Anda pikirkan ? ( karena di kedua rangkain ayat ini kita diminta berfikir !)

“Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman;zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS 16:10-11)

“Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.”  (QS 20 :53-54)

Lihat kemiripan redaksi dan susunannya, khususnya  tiga hal yang saling berkaitan yaitu turunnya hujan, tumbuhnya pepohonan (buah-buahan) dan kegiatan menggembala. Apa maknanya ? apa hubungannya ?

Secara science tadi sudah dijelaskan bahwa konsentrasi mineral yang rendah yang menurunkan hasil pertanian, buah tidak terasa manis di musim penghujan. Proses menggembala adalah proses menginjeksi mineral-mineral yang dibutuhkan tanaman, proses meningkatkan konsentrasi mineral di dalam tanah yang berasal dari kotoran ternak berupa padatan dan cairan.

Kalau saja kita mengamalkan kegiatan menggembala tersebut – seperti juga mengapa seluruh nabi melakukannya , maka mineral yang ada didalam tanah yang keberadaannya sangat dibutuhkan tanaman akan selalu terisi kembali oleh kotoran ternak ini.

Di musim hujan, rerumputan banyak tumbuh di sekitar pepohonan, semakin sering bisa digembalakan ternak – semakin banyak mineral yang terserap ke dalam tanah, dan inilah yang akan menjaga konsentrasi mineral tersebut ketika tanaman mengisap air dari tanah.

Lebih dari itu, didalam perut hewan itu juga terkandung bermilyar microflora yang akan pindah ke tanah bersamaan dengan jatuhnya kotoran ke tanah. Microflora inilah yang kemudian memproduksi antibiotics, vitamin, hormone dan berbagai senyawa biogenic yang belum semuanya bisa dijelaskan oleh ilmu manusia modern hingga saat ini.

Kotoran yang membawa bermilyar microflora tersebut pula yang kemudian melanjutkan proses dekomposisi zat-zat organic baik secara aerob maupun anaerob, yang membuatnya mudah dicerna oleh tanaman dan melawan microorganism pathogen – pembawa penyakit – dari dalam tanah. Tanah tidak hanya subur tetapi juga sehat untuk menunjang tumbuhnya tanaman.

Walhasil penggembalaan yang merupakan proses yang sangat comprehensive dalam menjaga siklus kehidupan di muka bumi ini, hanya sebagian yang sangat kecil saja yang bisa digantikan dengan kegiatan pemupukan kimia. Bahkan juga bisa jadi tidak sepenuhnya tergantikan oleh proses pemupukan dari kotoran ternak yang sudah difermentasi.

Yang terakhir ini tentu lebih mendekati ketimbang pemupukan kimia, tetapi kalau bisa melaksanakan persis seperti yang diperintahkan di ayat tersebut di atas – yaitu menggembala – pasti hasilnya akan lebih baik, karena sangat bisa jadi masih segudang hikmah lain dari menggembala yang belum sepenuhnya bisa kita pahami.

 

Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Co-Founder)

(Visited 359 times, 1 visits today)

One thought to “Bertani Dengan Science dan Guidance”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *