Peluang Di Negeri Tanpa Anak

Setelah melalui iGrow kami diundang untuk ‘ngajari bebek berenang’ – bertani zaitun di negeri Syam, undangan berikutnya adalah masuk ke negeri yang menjadi rujukan pertanian modern dunia – yaitu Jepang. Yang sangat menarik dari kedua undangan ini adalah bukan karena kemampuan kami bertani lebih baik, tetapi adalah karena system yang kami kembangkan ternyata dapat mengisi celah dalam menjawab kebutuhan mereka. Ini sejalan dengan teori pindah quadrant yang saya tulis sekitar tiga setengah  setengah tahun lalu dengan judul Pindah Quadrant A La Abu Hanifah.

own_business 

Ketika kita berhasil mengembangkan system, saat itulah kita memiliki own business. System kita bisa digunakan oleh orang lain, sehingga output kerja kita bisa berlipat ganda tanpa harus kita sendiri yang mengerjakannya. Sebelum kita bisa menciptakan system ini, kita baru bisa memiliki own job – semua harus kita lakukan sendiri sehingga output-nya juga tergantung dari ketersediaan waktu kita.

 

Dalam contoh bertani tersebut di atas, mayoritas well educated people sekalipun ketika ingin terjun ke agribusiness justru terjebak berusaha menjadi petaninya sendiri. Bahwa belajar seluk beluk pertanian tentu sangat mutlak perlu bagi siapapun yang ingin terjun ke agribusiness, tetapi ketika berhenti sampai disini – maka disitulah letak jebakan own job itu.

 

Pada suatu titik, para pebisnis harus bisa menciptakan system agar tidak terjebak pada own job – atau menjadi pegawai bagi dirinya sendiri. Dia harus bisa mengembangkan sebuah system, yang dengan system itu konsep bisnisnya bisa dijalankan oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun.

 

Bila pada tingkat own job – kalau toh kita berhasil pertumbuhan itu biasanya masih linier – tergantung pada resources yang ada pada diri kita sendiri. Ketika kita berhasil meng-create system, pertumbuhan itu bisa berpotensi eksponensial karena orang lain yang menggunakannya bisa jadi memiliki resources yang lebih besar dari kita sendiri – selain jumlah mereka yang banyak.

 

iGrow Jepang  misalnya, sangat bisa jadi tumbuh lebih cepat dari iGrow yang kita kembangkan di tempat asalnya – negeri kita sendiri. Mengapa demikian ? karena pasarnya lebih matang dan kesadaran akan potensi masalah krisis pangan sudah meluas di masyarakatnya.

 

Jepang adalah negara yang tingkat pertumbuhan penduduknya sangat kecil, nomor 3 terkecil di dunia dari 223 negara plus independent states. Dari setiap 1,000 orang rata-rata hanya terlahir 8 anak. Bahkan Jepang mengalami pertumbuhan penduduk minus di tahun 2014/2015, penduduk negeri itu turun sebesar 182,000 orang pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014 !

 

Ketika pertumbuhan  penduduk kecil atau bahkan minus, manusia tua-nya yang terus bertambah banyak. Apalagi ketika ini dikaitkan dengan dunia pertanian, dampaknya berlipat ganda. Jumlah generasi muda yang menurun ditambah menurunya minat ke pertanian, telah menghadirkan krisis tenaga kerja di sektor pertanian yang sangat nyata di Jepang.

 

Mayoritas petani di Jepang kini berusia 70 tahun lebih, nyaris tidak ada tambahan tenaga kerja baru. Meskipun berbagai teknologi tinggi dimiliki negeri itu, tetap dibutuhkan ‘man behind the gun’ untuk menjalankannya.

 

Lebih-lebih lagi kesadaran akan kesehatan yang begitu tinggi, bukan hanya trend untuk bertani secara tradisional dan organic yang meningkat – bahkan kesadaran untuk berburu benih-benih tanaman yang masih alami, belum mengalami modifikasi apapun oleh tangan-tangan manusia – juga kini menjadi kebutuhan baru di negeri itu.

 

Pihak yang mengajak kami masuk ke Jepang adalah pihak yang berusaha mengisi kekosongan dan menjawab tantangan tersebut bersama-sama. Dari diskusi intensif kami dngan mereka, kita sepakat bahwa Jepang akan bisa menjadi model untuk gerakan I Grow My Own Food yang massive – karena masyarakatnya yang jauh lebih siap.

 

Bahkan kinipun gerakan I Grow My Own Food di Jepang telah melibatkan sekitar 5,000 orang lebih, dan mereka sedang melatih 1,000 orang lagi. Mereka juga telah memiliki bank benih yang mengumpulkan bukan sembarang benih, benih yang mereka kumpulkan harus bener-bener asli – bukan benih modifikasi apapun dan bukan benih F1.

 

Maka sama dengan peluang kita untuk hadir di negeri Syam, yang untuk ini kami akan memprioritaskan sarjana-sarjana yang mampu berbahasa Arab dengan baik untuk mengikuti Madrasah Al-Filaha angkatan berikutnya di bulan Syawal nanti. Untuk mengisi peluang masuknya iGrow di Jepang dalam waktu dekat, kami juga akan memprioritaskan yang sudah bisa berbahasa Jepang.

 

Waktunya kini untuk menjadi petani global, insyaAllah kita akan bisa menanam apa saja dan dimana saja. Inilah salah satu jalan untuk merealisasikan visi Golongan Kanan Yang Memberi Makan Bagi Dunia yang juga kita canangkan lebih dari tiga tahun lalu. InsyaAllah kita bisa berperan.

 

Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Co-Founder)

(Visited 142 times, 1 visits today)

One thought to “Peluang Di Negeri Tanpa Anak”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *