Dalam resolusi PBB no A/RES/66/288 yang terkenal dengan resolusi The Future We Want,  tahun 2030 seharusnya menjadi tahun dimana tidak lagi ada kelaparan di dunia – Zero Hunger. Tetapi bila resolusi tersebut tidak ditindak lanjuti dengan langkah konkrit dalam menyelesaikan berbagai masalah yang imminent, maka bukannya tidak ada kelaparan tahun tersebut – malah sebaliknya kelaparan bisa merajalela. Saat itu orang yang memiliki uang-pun bisa jadi akan antri makanan 5-6 jam seperti yang terjadi di Venezuela tahun ini. Kita bisa mencegahnya asal mau!
Â
Â
Salah satu masalah yang sangat imminent adalah adanya arus urbanisasi, baik yang terjadi karena orang pindah dari desa ke kota – maupun yang terjadi karena desa-desa telah berubah menjadi kota. Apa masalahnya ketika desa-desa menjadi kota?
Â
Saat ini kita yang di Indonesia, sekitar 55 % penduduk kita ada di kota. Dengan prosentase yang seperti inipun kita sudah menjadi negara pengimpor gandum no 2 terbesar di dunia, pengimpor gula dan kedelai no 3 terbesar di dunia. Artinya kita belum bisa mencukupi kebutuhan karbohidrat dan protein kita sendiri.
Â
Pada tahun 2030 diperkirakan 70 % penduduk Indonesia akan ada di kota, yang saat itu jumlah penduduk kota-kota di Indonesia sudah akan lebih dari 200 juta orang. Dalam kondisi sekarang-pun sudah tidak cukup makanan yang kita bisa produksi, apalagi nanti ketika mayoritas penduduk negeri ini ada di kota.
Â
Lantas bagaimana solusinya  agar pada tahun 2030 tersebut – saat anak kita yang baru lahir kini beranjak remaja – negeri ini tidak mengalami krisis pangan yang terus memburuk ? Kinilah saatnya kita berbuat, bukan untuk kita saat ini – karena bisa jadi kita tidak mengalami problem itu kini – tetapi untuk masa depan anak dan cucu kita, inilah yang bisa kita lakukan.
Â
Untuk kita yang sudah terlanjur menikmati kehidupan kota – kita bisa mulai belajar menanam jenis-jenis tanaman yang bisa memenuhi sebagian besar dari kebutuhan pangan kita. Sekitar 6/8 dari daftar makanan kita yang di-list Allah di surat Abasa – dapat ditanam oleh orang kota sekalipun. Tanaman-tanaman ini adalah yang masuk dalam kategori buah, sayur dan rempah (QS 80 :28-31).
Â
Hanya 2/8 jenis makanan yang perlu areal khusus untuk menumbuhkannya. Bahan makanan tersebut adalah yang pertama jenis biji-bijian seperti gandum, beras, kedelai dlsb. (QS 80:27). Dan yang kedua adalah bahan makanan yang berasal dari ternak – daging dan susu (QS 80:32).
Â
Untuk bahan pangan yang berupa biji-bijian , daging dan susu ini memang pada umumnya diperlukan areal yang luas yang sesuai. Dan untuk ini kita juga tidak harus mengandalkan program pemerintah, soalnya bila program pemerintah tidak memadai – karena setiap 5 tahun pemerintahan berganti – masyarakat seperti kitalah yang akan menjadi korbannya.
Â
Maka harus ada sekelompok masyarakat yang mengajak kebaikan termasuk dalam gerakkan besar mempersiapkan bahan pangan bagi rakyat ini. Sudah 70 tahun kita merdeka, dan 7 presiden berganti – negeri yang makmur ini tidak kunjung mandiri pangan dengan bukti-bukti impor tersebut di atas. Bukan hanya salah pemerintahnya, rakyat seperti kita ikut juga bersalah bila kita tidak mau berbuat.
Â
Tentu kita tidak menginginkan tahun-tahun mendatang lebih buruk lagi, maka menjadi amanah bagi generasi ini untuk mulai berbuat – setidaknya membalik arah dari kecenderungan impor menjadi kecenderungan swasembada. Dari kecenderungan mengandalkan sumber pangan dari hasil panen orang lain, menjadi dari hasil panen tangan kita sendiri.
Â
Lantas konkritnya apa yang bisa kita lakukan ? ketrampilan menanam makanan sendiri harus bisa mulai menjadi gaya hidup orang kota – urban lifestyle ! Mengingat 6/8 bahan pangan kita bisa tumbuh dimana saja – maka gaya hidup urban farming akan bisa sangat membantu dalam hal kecukupan pangan ini. Venezuela setelah kepepet baru membentu kementrian urban farming, kita tidak harus menunggu kepepet untuk memulainya.
Â
Bertani itu mudah dan menyenangkan, dan dapat kita lakukan dimana saja – bahkan ketika Anda tinggal di apartemen sekalipun. Untuk mulai menggerakkan gaya hidup yang satu ini, kami sudah siapkan pula Urban Farming SCHOOL yang pertamanya insyaAllah akan kita adakan di pusat kota Jakarta.
Â
Pertama ini untuk menunjukkan bahwa bertani bisa di pusat kota, kedua untuk mempermudah akses orang kota yang ingin belajar bertani. Dan yang ketiga untuk membuat contoh yang baik bagi sebagian kita yang masih tinggal di desa, lha wong orang kota saja mau belajar bertani – masak yang orang desa ndak mau lagi bertani ?
Â
Lebih dari sekedar lifestyle , semangat bertani juga bisa terus dikembangkan untuk skala yang lebih luas – bertani dalam skala industri. Saya melihat peluang besar negeri ini untuk menyelesaikan masalah pangannya justru dari melihat betapa banyaknya potensi daerah – khususnya luar Jawa – yang masih sangat mungkin dikembangkan.
Â
Bahkan untuk jenis bahan pangan unggulan yang banyak disebutkan di Al-Qur’an seperti kurma dan zaitun, saya melihat ada daerah-daerah tertentu di negeri ini – seperti sepanjang pesisir pantai dan Teluk Saleh misalnya – yang insyaAllah bisa menjadi sumber produksi bahan pangan kita berikutnya.
Â
Dan yang lebih penting saat ini adalah bukan lagi waktunya berteori atau berwacana – karena kita sudah melakukannya selama 70 tahun ini – kinilah waktunya untuk berbuat yang nyata. Anda bisa bergabung dengan Urban Farming SCHOOL di kelas perdananya insyaAllah December (11/12/2016) ini, hanya karena kelas masih terbatas – hanya diberikan kepada yang dahuluan mendaftar ke :event@agrore.com.
Â
Kelas-kelas berikutnya insyaAllah juga akan available on request bisa per kelompok masyarakat, perusahaan dlsb. Inilah waktunya untuk berubah, dan kita perlu melakukannya sekarang – agar kita menjadi orang orang yang termasuk golongan kanan, golongan yang memberi makan (QS 74:39-44). InsyaAllah.
Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Founder)