Pernah ada pertanyaan yang aneh disampaikan ke saya oleh salah seorang calon orang tua santri  yang hendak memasukkan anaknya ke Kuttab Al-Fatih. Pertanyaan itu adalah, “…apakah Kuttab menganjurkan orang tua santri meninggalkan pekerjaannya…?â€.  Tentu saja jawaban saya adalah tidak ada anjuran yang seperti itu, namun bahwasanya ada sejumlah orang tua santri yang kemudian meninggalkan pekerjaan lamanya – itu betul. Dan itu pertanda baik, karena pendidikan keimanan yang kami berikan kepada putra-putri mereka – berimbas pada kehati-hatian orang tuanya dalam mencari rezeki.
Saya jadi ingat perdebatan batin saya ketika membaca fatwa MUI no 1 tahun 2004 tentang haramnya bunga bank, asuransi dan berbagai bunga atau sejenis bunga industri keuangan konvensional. Sebelum fatwa itu keluar, muslim yang bekerja di industri keuangan konvensional waktu itu masih bisa berkilah – bahwa haramnya bunga bank itu masih bisa diperdebatkan.
Tetapi sejak fatwa tersebut keluar, mestinya sudah tidak ada lagi perdebatan itu. Para ulama adalah para pewaris nabi, kalau fatwa mereka tidak kita percayai – lantas siapa yang kita ikuti di jaman ini ?
Perjuangan batin itu semakin berat karena saya lagi di puncak karir finansial saya saat itu, saya direksi salah satu perusahaan raksasa di bidangnya. Bahkan di tingkat profesi, saya yang ikut menyusun dan menguji standar keahlian yang dipersyaratkan untuk bidang tersebut di Indonesia.
Kalau saya tinggalkan sama sekali profesi saya karena adanya fatwa MUI tersebut, lantas dimana lagi saya akan bekerja, apa yang terjadi dengan karir yang saya bangun hampir dua puluh tahun ? kebimbangan-kebimbangan ini tentu wajar karena orang yang seumur-umur membangun karir di satu bidang, pasti tidak mudah untuk berganti haluan begitu saja ke bidang lain.
Apa yang dialami oleh para orang tua santri Kuttab yang masih bekerja di tempat-tempat yang melibatkan riba, riswah dan sejenisnya – adalah  kebimbangan yang sama dengan yang dahulu saya rasakan tersebut.
Lantas bagaimana kita memutuskannya bila dalam situasi seperti ini ?, jawabannya sama dengan semua persoalan yang kita hadapi – kembali ke Al-Qur’an. Di antara sekian banyak petunjuk yang ada di Al-Qur’an untuk masalah ini , adalah  beberapa ayat berikut:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz).†(QS 11:6)
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami lah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.†(QS 17:31)
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.†(QS 29:60)
Intinya adalah bila kita mengimani kebenaran ayat-ayat tersebut, kita akan yakin bahwa hanya Allah-lah Sang Pemberi Rezeki itu. Bukan kantor tempat kita bekerja, bukan profesi yang kita tekuni, bukan klien yang kita layani, bukan negara tempat kita mengabdi dan seterusnya. Semua itu tentu bisa menjadi wasilah atau jalan kita untuk menyongsong rezeki kita – sejauh tidak bertentangan dengan syariatNya. Begitu jalan tersebut mulai menyimpang dari syariatNya, tentu sudah tidak layak untuk kita jadikan wasilah dalam menyongsong rezeki tersebut.
Lantas dari mana datangnya rezeki kita setelah itu ? Karena rezeki kita dari Dia Sang Maha Pemberi, pasti Dia punya jalan yang sangat banyak – yang bahkan kita tidak bisa menduganya. RezekiNya begitu luas bahkan kita tidak bisa menghitung-hitungnya.
Rezeki itu seperti jaring yang berlapis-lapis, bila salah satu jaring jebol, lapis berikutnya berfungsi. Bila yang berikutnya ini jebol pula, yang berikutnya lagi yang berfungsi. Begitu seterusnya sampai jatah rezeki kita habis, yaitu pada hari kita dipanggil untuk menghadapNya.
Dan rezeki yang berlapis-lapis itu bahkan bisa dibuktikan secara ilmiah agar kita bisa yakin seyakin-yakinnya. Mau tahu cara membuktikannya ? Saya ambilkan contoh sebagian kecil saja dari rezeki itu – semacam sampling dari rezeki yang sangat luas cakupannya – yaitu rezeki berupa makanan.
Kita tahu bahwa manusia hidup butuh makan, dan makanan kita yang lengkap terdiri dari karbohdrat, lemak/minyak, protein, vitamin dan mineral. Semuanya kita butuhkan, kalau kurang karbohidrat kita akan tidak berenergi untuk melakukan aktifitas. Lemak atau minyak, selain juga digunakan utuk sumber energi , juga diperlukan untuk membantu pertumbuhan.
Protein fungsi utamanya untuk pertumbuhan dan juga energi, bila kekurangan protein pertumbuhan kita akan terhambat. Vitamin gunanya untuk mengatur fungsi-fungsi tubuh, demikian juga mineral – selain untuk mengatur fungsi-fungsi tubuh untuk membantu pertumbuhan.
Intinya semua dari lima komponen tersebut adalah komponen rezeki yang kita butuhkan untuk makanan kita. Bagaimana Allah menyediakannya ? Allah menguraikannya dengan sangat jelas di rangkaian surat ‘Abasa ayat 24-32 yang merinci detil kebutuhan makanan kita tersebut.
Dari infografis yang saya buat di bawah, Anda akan tahu bahwa di setiap komponen makanan kita tersebut – karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral – Allah selalu sediakan masing-masing sumbernya secara berlapis-lapis. Bila satu sumber tidak tersedia, selalu bisa digantikan digantikan oleh sumber yang lain.
Kita butuh karbohidrat misalnya, sumber utamanya adalah biji-bijian yang terdiri dari padi-padian dan kacang-kacangan. Namun kalau keduanya tidak ada, buah-buahan juga selalu menyediakan karbohidrat dalam jumlah yang cukup.
Kita butuh lemak atau minyak, sumbernya bisa dari kacang-kacangan, buah-buahan atau bahkan bisa juga dari hewan. Kita butuh protein, bisa dari kacang-kacangan, hasil tumbuhan tertentu dan kalau mampu juga bisa dari hewan ternak.
Vitamin dan mineral bisa datang dari berbagai jenis buah dan sayur-sayuran, bahkan kelompok buah dan sayur ini yang paling banyak diberikan contoh detilnya di rangkaian ayat tersebut. Bila biji-bijian dan daging ternak hanya diisyaratkan masing-masing di satu ayat, buah dan sayur diisyaratkan melalui empat ayat.
Pasti ini bukan kebetulan kalau sumber makanan yang paling aman itu adalah buah-buahan dan sayur-sayuran, aman dari sisi kesehatan dan aman pula dari sisi ketersediaan. Betapa banyak orang yang berpenyakit yang harus menurunkan konsumsi beras dan daging misalnya, lantas apa yang disarankan para dokter untuk pengganti ? – makan lebih banyak buah dan sayuran !
Aman dari sisi ketersediaan, karena asal manusia itu bijak – asal mereka masih mau menanam pohon yang buah atau daunnya bisa dimakan sampaipun rangkaian peristiwa kiamat telah mulai – maka makanan dari jenis buah dan sayuran itu insyaAllah akan tetap tersedia.
Dari ilustrasi di infografik tersebut Anda bisa tahu bahwa untuk setiap komponen rezeki kita yang paling kecil sekalipun seperti kebutuhan vitamin dan mineral misalnya, Allah sudah sediakan sejumlah lapis pengaman untuk berbagai alternatif sumber-sumbernya.
Maka apa mungkin untuk rezeki yang lebih besar dari itu tidak ada lapis-lapis pengamannya ? pasti ada, hanya kita perlu yakin saja bahwa lapis-lapis tersebut bener-bener ada, setelah itu InsyaAllah kita akan bisa melihatnya.
Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Co-Founder)