Ketika gunung Tambora meletus 10 April 1815 dentumannya yang sangat dasyat terdengar sampai pulau Sumatra, peradaban di dua kerajaan langsung lenyap seketika yaitu Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat. Aerosol sulfat yang dihembuskan oleh letusan gunung tersebut menyebar sampai Eropa, sehingga tercatat sekali-kalinya dalam sejarah – Eropa tidak mengalami musim panas sampai setahun sesudah letusan tersebut, dan suhu permukaan bumipun turun setengah derajat Celcius karenanya. Kini dua abad berlalu, peradaban baru tengah terbentuk di daerah tersebut – dan kita tidak hanya bisa jadi penonton, kita bisa menjadi pelakunya !
Â
Perjalanan kami ke lereng Tambora – di daerah yang dahulu menjadi wilayah Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat – kami menemukan sejumlah potensi baru yang sangat menarik, dari sudut pandang yang sama sekali berbeda dengan perbagai ekspedisi yang dilakukan sejumlah ahli dan peneliti sebelumnya.
Â
Lereng Selatan dan Barat Daya dari Tambora adalah menuju ke suatu daerah teluk yang sangat indah – salah satu terindah dari negeri ini – yaitu Teluk Saleh. Teluk Saleh sendiri panjangnya sekitar 282 km atau dua kali DKI – Jakarta, dan teluk ini jatuh ke wilayah administratif tiga kabupaten yaitu Dompu, Bima dan Sumbawa.
Â
Berada di pinggiran teluk ini, yang terbayang di ingatan saya langsung adalah negeri-negeri di pinggiran laut Mediterania seperti Mesir, Gaza/Palestina, Suriah, Turki, Perancis , Maroko dlsb. – Iya, betul ! Berada di sepanjang pantai yang mengelilingi Teluk Saleh adalah seperti berada di negeri-negeri Mediterania. Bedanya kalau pantai yang mengelilingi laut Mediterania adalah 23 negara, yang mengelilingi Teluk Saleh ini hanya tiga kabupaten di satu negara Indonesia.
Â
Bukan hanya kondisi lahan, curah hujan dan suhu udara musim panasnya yang mirip – vegetasi-nyapun nampaknya mirip, tanaman-tanaman dengan daun kecil yang tebal – yang saya belum tahu namanya, mirip dengan karakter zaitun. Dan dari kemiripan dengan negeri-negeri Mediterania – yang sebagiannya merupakan wilayah negeri syam, negeri yang diberkahi – inilah saya melihat proses lahirnya peradaban baru yang kita bisa terlibat di dalamnya.
Â
Selama beberapa tahun ini saya menggagas Kebun Al-Qur’an dengan kurmanya, zaitunnya dan lain sebagainya – pengembangannya secara luas terkendala oleh ketersediaan lahan luas yang sesuai. Di – Mediterranean in the East – sepanjang pantai Teluk Saleh inilah saya melihat peluang terbaiknya, selain masih sangat banyak lahan yang kosong – agro climate-nya insyaAllah juga paling sesuai.
Â
Selama ini upaya me-reintrodusir konsep penggembalaan ternak selalu terkendala tidak tersedianya lahan gembalaan bersama yang sesuai, di sepanjang pantai Teluk Saleh inilah lahan-lahan gembalaan dalam skala luas sejauh mata memandang masih banyak tersedia dan dijaga keberadaannya oleh pemerintah setempat.
Â
Bila selama ini daerah tersebut kurang terolah secara maksimal, kemungkinan besar kita hanya salah belajar. Pendidikan pertanian dan peternakan d Indonesia terlalu Jawa Centris, sehingga kita berasumsi daerah lainnya di luar sana sama dengan Jawa.
Â
Padahal Teluk Saleh lebih mirip Mediterania ketimbang Jawa. Curah hujan di sana hanya sekitar 1000 mm/tahun atau kurang dari separuh rata-rata wilayah Indonesia pada umumnya, hujan-pun hanya turun sekitar 77 hari dari dalam setahun. Ini lebih mirip Andalusia (Spanyol kini) daripada Jawa atau Sumatra.
Â
Perbedaan yang menyolok ini sesungguhnya justru menjadi peluang untuk meraih keberkahan bagi negeri ini secara keseluruhan. Tanaman-tanaman yang mungkin tidak optimal bila dibudi-dayakan di wilayah Indonesia pada umumnya seperti Kurma, Zaitun atau bahkan juga gandum – sangat berpeluang untuk tumbuh dengan baik di wilayah sekitar Teluk Saleh ini.
Â
Daerah yang selama ini dipersepsikan cenderung kering atau gersang ini, justru bisa jadi menyimpan solusi pangan bagi negeri Indonesia secara keseluruhan. Bayangkan kalau kurma dan zaitun ditanam luas di wilayah ini, juga gandum plus wilayah gembalaannya yang lebih dari cukup – bukankan ini sudah separuh dari daftar makanan-makanan yang disebut Allah di surat ‘Abasa 23-32 ?
Â
Lantas bagaimana implementasinya agar potensi tersebut bisa digarap ? Itulah yang saya sebut perlunya peradaban baru dibangun bersama – seluruh aspek kehidupan perlu dibenahi. Selain sudut pandang pertanian dan peternakan misalnya, konsep pengisian tenaga kerja ke wilayah tersebut juga harus dengan peradaban yang baru.
Â
Biasanya kalau ada satu project pembangunan ekonomi baru di suatu wilayah – serta merta kekurangan tenaganya didatangkan dari daerah lain begitu saja, inilah yang kemudian menimbulkan berbagai konflik disana-sini. Lantas bagaimana solusinya bila kenyataannya di suatu daerah itu kekurangan tenaga kerja yang sesuai ?
Â
Inilah perlunya kita belajar dari sirah – bahkan ketika kita hendak memindahkan sejumlah besar SDM ke wilayah tertentu yang kekurangan-pun kita harus mengikuti sirah. Kehadiran kaum Muhajirin itu ditunggu-tunggu oleh kaum Ansor, mengapa ? Karena sebelum kaum Muhajirin datang, orang-orang Anshor sudah sangat mengenal kebaikan mereka – apalagi bersama dengan kaum Muhajirin ini ada manusia teladan – Uswatun Hasanah yang kehadirannya sangat dibutuhkan oleh kaum Anshor.
Â
Kaum Muhajirin mengisi celah skills perdagangan yang tidak dimiliki oleh kaum Anshor, ketika mereka berpadu menjadi satu dibawah pimpinan sang Uswatun Hasanah yang membimbingnya dalam segala urusan kehidupan – maka mereka menjadi kekuatan masyarakat unggul yang tidak ada tandingannya.
Â
Demikian pulalah potensi peradaban baru yang akan berkontribusi besar bagi negeri ini, bukan hanya menyelesaikan urusaan pangannya – tetapi juga urusan-urusan lain seperti memobilisasi penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain yang membutuhkannya, sehingga seluruh potensi yang sangat besar yang ada di negeri ini bisa terolah secara optimal.
Â
Kami sedang merintis komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat, dari pemuka agama sampai pelaku utama ekonominya. Dari komunikasi-komunikasi tersebut insyaAllah nampak ada jalan untuk kita bisa menanam kurma, zaitun bahkan mungkin juga gandum dalam skala luas di sekitar Teluk Saleh tersebut di atas.
Â
Bahkan insyaAllah juga akan ada jalan agar masyarakat bisa ikut menanam kurma dan zaitun dengan bibit gratis dari perusahaan terbesar yang sudah terlebih dahulu hadir di wilayah tersebut, perusahaan inilah yang mengundang kami untuk ikut hadir di wilayah ini.
Â
Selain menanam tanaman-tanaman yang disebutkan secara spesifik dalam Al-Qur’an, tentu kita juga akan terlibat dalam penanaman tanaman kebutuhan lainnya yang saat ini sangat banyak diimpor – misalnya adalah tanaman untuk produksi gula tebu.
Â
Tanaman-tanaman tebu dalam skala luas bahkan bisa menjadi quick yielding activity yang bisa dilakukan oleh ‘kaum muhajirin’ yang akan ikut serta dalam ‘hijrah’ peradaban ini – untuk menopang kehidupan jangka pendek – sebelum kurma dan zaitun bener-bener menghasilkan.
Â
InsyaAllah project peradaban ini akan berpeluang sama baiknya antara ‘kaum anshor’ putra daerah yang bisa melihat potensi daerahnya, maupun ‘kaum muhajirin’ para pendatang yang bisa melihat luasnya bumi Allah ini – bila kita mentog di satu daerah bisa jadi rezeki kita memang adanya di daerah lain.
Â
Itulah sebabnya setelah sholat-pun kita diperintahkan untuk bertebaran di muka bumi, mencari karunianya sambil mengingatNya banyak-banyak agar bisa memperoleh keberuntungan : “Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung†(QS 62:10).
Â
Setelah dua abad peradaban Tambora terkubur bersama dasyatnya letusan gunung tersebut, kinilah peluangnya untuk menghadirkannya kembali peradaban Tambora yang baru – yang mengikuti petunjukNya step by step, yang tertulis dalam kitabNya maupun dalam sirah nabiNya. Bila Anda ingin terlibat menjadi actor peradaban ini – bukannya penonton semata, menjadi pelaku peradaban dan bukannya menjadi objek penderita – maka inilah peluangnya, silahkan menghubungi kami di kontak: ceo@igrow.asia bila berminat. InsyaAllah.
Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Founder)