Biji Untuk Bumi Yang Mati

Bila kita mengira bahwa swasembada pangan itu telah atau akan segera tercapai tanpa kerja keras, mungkin kita akan kecewa. Sebagian besar masyarakat yang sudah makan kenyang-pun ternyata rata-rata kwalitasnya jauh lebih rendah dari rata-rata dunia. Dalam konsumsi daging merah misalnya (sapi dan domba/kambing), tahun 2016 lalu menurut OECD-FAO rata-rata kita hanya mengkonsumi 2.6 kg/tahun per kapita – sementara rata-rata dunia untuk konsumsi daging yang sama adalah 8.2 kg/tahun per kapita. Bagaimana kita bisa mengejar ketinggalan ini ?

 

Setelah 72 tahun merdeka, negeri agraris khatulistiwa nan subur ini rupanya belum berhasil memberikan makanan yang cukup dari sisi kwantitas apalagi kwalitas bagi penduduknya. Pasti ada something yang seriously wrong selama ini, sehingga kita tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan kita khususnya daging.

 

Setiap ahli tentu memiliki alasannya sendiri tentang hal ini, tetapi bukan perdebatan ini yang kita perlukan. Kita butuh solusi yang do-able sehingga kita bisa melakukan perbaikan ini dari lingkungan kita, kemudian meluas dan terus meluas sehingga seluruh masalah ini teratasi.

 

Dalam hal konsumsi daging merah yang rendah, tentu penyebab langsungnya adalah harga daging yang tidak terjangkau oleh daya beli kebanyakan masyarakat kita. Maka dua area sekaligus yang harus dilalukan untuk bisa mengkonsumsi daging yang lebih banyak. Pertama meningkatkan daya beli dan yang kedua menurunkan harga daging.

 

Bagaimana kita bisa melakukan dua hal ini sekaligus ? Satu solusi di Al-Qur’an insyaAllah bisa mengatasi dua hal ini sekaligus – yaitu bercocok tanam biji-bjian di bumi yang gersang atau mati. Satu solusi ini diisyaratkan oleh Allah melalui sejumlah ayat, diantaranya adalah dua ayat berikut :

 

Dan tidakkah mereka memperhatikan, bahwa kami mengarahkan (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan (dengan air hujan itu) tanaman-tanaman sehingga hewan ternak mereka dan mereka sendiri dapat makan darinya. Mengapa mereka tidak memperhatikan ?” (QS 32:27)

 

Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus). Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari (biji-bijian itu) mereka makan” (QS 36:33)

 

Dengan bercocok tanam di bumi yang mati, yang tandus dan gersang – yang selama ini tidak atau kurang diberdayakan – masyarakat akan meningkat pendapatannya dari bumi yang tadinya tidak menghasilkan menjadi bumi yang menghasilkan biji-bijian. Tanaman apa tepatnya ? Salah satu yang saya pilih adalah sorghum.

 

Sorghum hanya butuh air cukup pada beberapa pekan awal pertumbuhannya, setelah akarnya kuat – dia menjadi sangat tahan kekeringan. Bahkan ketika kita panen sorghum di musim kering, potongan batang sorghum disisakan sekitar 5 cm dari tanah – dan dia akan tumbuh lagi. Setelah panen kedua masih kering, dilakukan hal yang sama – masih tumbuh baik sekali lagi.

 

Setelah dipanen tiga kali (3 x 4 bulan), panenan yang kedua atau ketiga besar kemungkinan sudah melewati musim hujan, sehingga tanaman sorghum bisa dibongkar dan diganti tanaman yang baru ketika ada air yang memadai. Karakter sorghum yang seperti ini menjadikannya satu tanaman lagi – selain kacang-kacangan – yang bisa hidup di bumi yang tandus dan gersang berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas.

 

Bayangkan kalau saja kita bisa memberdayakan seluruh bumi-bumi yang gersang yang selama ini kurang mendapatkan perhatian kita, berapa banyak pendapatan masyarakat bisa didongkrak naik dari meningkatnya hasil bumi ini. Lantas untuk apa hasil panenannya ? kemana pasarnya setelah panenan biji-bjian yang sangat banyak ini akan dijual ?

 

Hasil biji-bijiannya digunakan untuk menyelesaikan masalah yang kedua – yaitu tingginya harga daging. Selama ini tingginya harga daging karena jebakan pakan – feed trap, dan karena kekurangan bibit. Bila pakan ternak bisa diatasi dan ditekan, maka feed trap juga bisa dihilangkan.

 

Dengan pakan yang murah, pembibitan juga yang selama ini terkendala oleh tingginya harga pakan menjadi teratasi. Jadi produksi biji-bijian yang akan melimpah bila tanah-tanah yang gersang ditanami sorghum, akan menjadi berkah bagi industri peternakan yang akan kelimpahan produk pakan baik berupa batang maupun biji sorghum.

 

Dalam dunia peternakan, tidak ada satu-pun jenis pakan yang sempurna – oleh sebab itu kita tidak akan mempertentangkan pakan yang satu dengan yang lainnya. Seluruhnya digunakan, untuk menumbuhkan industri peternakan yang kuat. Yang kita gunakan adalah konsep Wise Feeding – yaitu menggunakan seluruh sumber pakan yang ada, lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing seperti pada table di bawah.

 

Dengan cara kombinasi pakan yang seperti inilah kita akan memiliki industri peternakan yang sustainable dan enough room for everybody. Menggembala, memberi pakan rumput ketika rumput masih ada tentu ini pilihan yang paling mudah dan murah – tetapi lahan gembalaan tidak selalu ada secara cukup.  Membuat fodder dari biji-bijian sendiri bagi para pemain peternakan kecil sampai menengah dapat mengisi celah ketiadaan ladang gembalaan, kemudian memberi pakan biji-bijian yang digiling (feedmill) bagi peternakan besar – dapat mengisi ceruk pasar berikutnya yang tidak bisa diisi oleh peternak kecil dan menengah.

 

Bagi Anda yang baru beternak sekalipun, kini ada pilihan bagi Anda untuk beternak tanpa harus mengarit rumput – juga tidak perlu bergantung pada produksi pakan ternak dari pabrik, yaitu dengan menggunakan system fodder dari biji-bijian.

 

Caranya sederhana, beli biji-bijian yang murah seperti sorghum atau jagung. Akan lebih murah lagi setelah masyarakat rame-rame menanam sorghum karena keunggulannnya mampu bertahan hidup di daerah kering sekalipun – seperti yang saya uraikan tersebut di atas.

 

Kedua taksir berat ternak Anda secara keseluruhan, misalnya Anda memiliki kambing-kambing muda 40 ekor dengan berat @ 20 kg, maka total berat kambing Anda 800 kg. Kebutuhan pakannya kurang lebih 10 % dari total berat badan yaitu sekitar 80 kg per hari.

 

Ketiga karena rata-rata fodder tumbuh enam kali berat bahan bakunya, maka Anda butuh sekitar 80 kg/6 per hari atau 13.3 kg jagung atau sorghum per hari untuk dibuat fodder.

 

Keempat mulai membuat fodder dengan membersihkan jagung atau sorghum dengan air – buang biji-biji yang kopong (mengambang), setelah bersih rendam biji-bijian tersebut semalam. Esuk hari tiriskan ditempat yang air mudah mengalir, seperti nampan yang ujung-unjungnya dilubangi agar air mudah mengalir. Ratakan biji-bijian pada nampan tersebut.

 

Kelima, sirami minimal dua kali sehari – agar biji-bijian di nampan tetap lembab, tempatkan nampan agak miring dengan yang berlubang di bawah – agar air siraman mudah mengalir. Ulangi langkah keempat dan kelima secara terus menerus. Maka Anda sudah akan mulai memanen rumput sorghum atau jagung Anda pada hari ke 9 dan seterusnya . Foto dibawah adalah rangkaian penampakannya, fooder dari sorghum yang saya buat sendiri di belakang rumah. 

 

Bila Anda ingin melakukannya secara serius, Anda dapat membeli container bekas – yang harganya kurang lebih Rp 20 juta sudah sampai rumah Anda. Satu container butuh lahan 6 x 2.4 m atau sekitar 15 m2. Dan container ini cukup aman disusun sampai 3 bila perlu, akan setinggi rumah 2 lantai kurang lebih.

 

Satu container system fodder yang dipanen setiap 9 hari tadi akan cukup untuk memelihara 40 ekor kambing sedang atau 20 ekor kambing besar. Jadi bisa Anda bayangkan sekarang, bahwa memproduksi daging kini bisa dilakukan oleh siapa saja dan nyaris dimana saja – asal tetangga Anda setuju Anda pelihara kambing di belakang rumah Anda !

 

Poinnya adalah problem tidak terjangkaunya harga daging yang sampai membuat kita hanya mengkonsumsi kurang dari 1/3 konsumsi daging merah dunia tersebut di atas – seharusnya bukanlah sesuatu masalah yang begitu besar – sedemikian besarnya sehingga 72 tahun negeri ini merdeka tidak bisa mengatasinya. Rakyat yang serius ingin mengatasinya-pun mestinya dapat melakukannya sendiri tanpa harus menunggu solusi dari pemerintah.

 

Tetapi tentunya ini semua baru efektif bila kita bener-bener efektif meng-eksekusinya. Bagi yang ingin serius mendalami solusi ini, bisa belajar bersama kami di Startup Center – Depok, maupun di Jonggol Farm – Bogor. Karena menunjukkan suatu kebaikan adalah sama dengan melaksanakan kebaikan itu sendiri, kami sangat ingin sebanyak mungkin orang bisa melakukannya. Silahkan hubungi kami bila Anda membutuhkan dukungan lebih lanjut. InsyaAllah.

Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Founder)

(Visited 248 times, 1 visits today)

One thought to “Biji Untuk Bumi Yang Mati”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *