Di antara binatang kecil yang hidup di sekitar kita itu ada yang keberadaannya ikut berperan langsung dalam membangun kemakmuran kita. Namanya bahkan diabadikan menjadi salah satu nama surat di Al-Qur’an, yang surat tersebut juga disebut sebagai surat Nikmat – dialah lebah. Bila kita tahu peran lebah dalam ecosystem kehidupan, kita akan bisa memanfaatkannya untuk membangun kemakmuran kita – sebaliknya ketidak pedulian kita akan menyebabkan lebah menuju kepunahan dan bersamaan itu pula bangsa manusia akan mengalami kesusahan demi kesusahan.Â
Â
Pertama ada isyarat dari Sang Pencipta bahwa harus ada sebagian manusia yang bekerja menyiapkan rumah lebah , selain rumahnya yang alami di gunung-gunung dan di pohon-pohon.
Â
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia“. (QS 16:68)
Â
Apa jadinya ketika kita tidak menangkap isyarat untuk membuat rumah lebah ini ? Yang ada adalah lebah liar yang hidup di dua tempat lainnya yaitu di bukit-bukit dan pohon-pohon kayu.
Â
Ketika bukit-bukit juga nyaris habis dihuni manusia, dan pohon-pohon kayunya-pun habis ditebang – maka populasi lebah itu terus menurun. Dan tidak berhenti disini, populasi lebah juga dihabisi oleh manusia dengan berbagai semprotan pestisida pada tanamannya.
Â
Lebah yang masih hidup-pun menjadi merana karena lahan-lahan pertanian besar ditanami hanya dengan tanaman monokultur – variasi makanan lebah menjadi semakin terbatas. Bayangkan kalau Anda hanya memiliki satu jenis makanan sepanjang hidup Anda ?
Â
Di jaman teknologi ini bahkan juga disinyalir populasi lebah terakselerasi kepunahannya karena gangguan gelombang elektromagnetik yang menyelimuti bumi melalui berbagai sinyal selular. Maka lengkaplah jalan menuju kepunahan lebah itu – kecuali kita mulai berbuat sesuatu.
Â
Di negeri-negeri yang masih concern terhadap keberadaan lebah ini – seperti Jepang, laju kepunahan lebah ‘hanya’ berkisar di angka 25 % dalam 10 tahun terakhir. Tetapi di negara-negara yang ignorance – seperti Eropa, laju kepunahan itu telah mencapai 50 %.
Â
Tidak ada angka untuk negara kita, tetapi melihat perkembangan pemukiman penduduk di pulau Jawa yang semakin padat – dan hutan-hutan di luar Jawa yang menjadi gundul atau berganti dengan tanaman monokultur – sangat bisa jadi kita juga memiliki laju kepunahan lebah yang sangat tinggi.
Â
Apa dampak dari kepunahan lebah ini ? bahwa manusia tidak akan pernah bisa menghitung nikmatNya – juga disebut oleh Allah di surat lebah (QS 16:18). Yang bisa dihitung saja nilainya sudah sangat besar, apalagi yang tidak bisa dihitung.
Â
Kontribusi penyerbukan tanaman keseluruhan – ketika ada yang mencoba menghitung nilainya pertahun mencapai sekitar US$ 500 milyar. Sekitar 75 % atau US $ 375 milyar dilakukan oleh serangga , dan sekitar US$ 300 milyar sendiri adalah kontribusi dari lebah.
Â
Perhitungan ini baru mengkaitkan satu peran lebah saja yaitu dalam melakukan polinasi terhadap tanaman. Belum bisa dihitung dari nilai produksi lebah berupa madu, propolis, pollen, royal jelly dan beeswax (lilin lebah) yang dalam sejarah manusia pernah digunakan sebagai uang untuk membayar pajak ! Lebih tidak terhitung lagi dampak kesehatan dari aneka produk-produk lebah tersebut.
Â
Jadi bisa dibayangkan kesusahan apa saja yang akan dialami manusia, bila populasi lebah di permukaan bumi terus menyusut. Diantaranya produksi pertanian yang akan menurun drastis, obat-obat alami akan semakin menghilang – manusia semakin mudah sakit dan biaya kesehatan akan terus melonjak karena obat-obat yang dibuat di pabrik dijual dengan harga patent yang tinggi.
Â
Maka sebelum itu terjadi, sebelum lebah terlanjur musnah – kita yang hidup di jaman ini harus mampu minimal membalik arah – agar isyarat untuk beternak lebah dalam ayat tersebut di atas mulai kita respond dan tindak lanjuti semampu yang bisa kita lakukan.
Â
Kita harus bisa membalik semua paradigm yang ada selama ini, bila beternak lebah selama ini hanya sambilan bagi yang mau melakukannya saja – menjadi upaya yang harus dilakukan oleh siapa saja yang mampu melakukannya di seluruh tanah-tanah pertanian, perkebunan dan bahkan juga di perkotaan.
Â
Bila selama ini para penggembala lebah harus membayar kepada para pemilik kebun, posisinya harus dibalik – para pemilik koloni lebah bisa dibayar oleh pemiliki kebun, atau minimal tidak dikenakan biaya apapun – karena manfaat penyerbukannya toh pemilik kebun yang menikmatinya.
Â
Selain perubahan paradigma-paradigma tersebut di atas, kita juga harus menghilangkan mitos yang terkait dengan beternak lebah ini. Mitos bahwa beternak lebah itu sulit, butuh sumber pakan yang banyak, ringkih terkena penyakit, berbahaya karena bisa menyengat dlsb. itu semua tidak selalu benar.
Â
Itu hanya benar ketika selama beberapa puluh tahun ini sejak awal Orde Baru – negeri ini berusaha mengembangkan lebah jenis unggul impor dari genus apis seperti Apis mellifera yang awalnya dari Eropa.
Â
Ini seperti Anda beristrikan seorang artis asing – beristrikan seorang artis sudah cukup repot, ini artis asing pula – repotnya setengah mati. Makanannya khusus, tempat tinggalnya khusus, pekerjaannya terbatas – sedikit-dikit sakit, perawatannya manja luar biasa !
Â
Pilihan yang lebih masuk akal adalah membudidayakan lebah lokal, tidak sebesar lebah asing sehingga madunya juga tidak terlalu banyak – tetapi dia penuh dengan keunggulan lain yang tidak dimiliki oleh lebah yang aslinya impor.
Â
Yang kedua ini seperti Anda beristrikan wong ndeso nan sederhana, dia tidak menuntut apa-apa, tinggal dimana saja mau, makan apa saja doyan, tidak mudah sakit dan tidak memerlukan perawatan yang khusus – dan dengan keserhanaannya dia memiliki begitu banyak keunggulan yang tidak dimiliki oleh artis asing tersebut.
Â
Diantara lebah lokal ini yang insyaAllah cocok untuk semua kita yang ingin beternak lebah adalah lebah dari genus Trigona yang di Jawa disebut Lenceng atau Klanceng dan di tanah Sunda disebut Teuweul – lebah jenis ini juga tidak bisa menyengat maka dalam bahasa inggris disebut stingless bee. Badannya kecil hanya sekitar 2 mm- 5 mm, bandingkan dengan lebah bule Apis yang bisa mencapai 12 mm.
Â
Karena tubuhnya kecil, jangkauan terbangnya juga tidak terlalu jauh – maksimal hanya 500 m , jadi cocok untuk ditugasi fokus melakukan penyerbukan di lahan sawah atau kebun kita. Bandingkan dengan lebah Apis yang bisa terbang sampai 5 km, dia sibuk menyerbuki kebun tetangga – bukan kebun kita.
Â
Persis seperti artis asing tadi, lebah apis ini suka sekali minggat oleh hal-hal yang kecil seperti makanan yang tidak cukup, sarang yang tidak tepat dlsb. Sebaliknya Trigona sangat loyal, nyaris tidak ada trigona yang minggat oleh alasan-alasan yang sepele.
Â
Dengan hasil yang lebih sedikit bukan berarti lebah Trigona secara ekonomis kalah dengan lebah Apis. Trigona hasil utamanya adalah propolis – yang harganya 10 kali dari harga madu, jadi biar hasil madunya kecil – nilai jual produk lain khususnya propolis adalah tinggi.
Â
Karena badannya yang sangat kecil, lebah Trigona juga tidak mengalami paceklik pakan. Dia bisa hinggap di rerumputan dan tanaman yang berbunga sangat kecil, karena produksi utamanya propolis – dia juga tidak tergantung pada ketersediaan nectar sebagai bahan madu.
Â
Asal di sekitarnya ada pohon yang bergetah – dan getah ini tidak pandang musim, maka Trigona sudah akan bisa hidup sejahtera membangun kerajaannya.
Â
Dia Yang Maha Tahu dan Maha Adil, ketika memberi isyarat kita untuk melakukan sesuatu – pasti sesuatu itu memang benar-benar bisa kita lakukan. Maka demikian pula dengan isyarat untuk membuat rumah untuk lebah di ayat tersebut di atas, insyaAllah bisa kita lakukan dan dengan ini pula insyaAllah kita bisa membalik arah dari menuju kepunahan lebah menjadi menuju kesejahteraan yang didukung oleh maraknya koloni lebah di sekitar kita. InsyaAllah.
Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Founder)