Sampai tahun 1920-an pertanian di dunia barat masih didominasi oleh petani-petani kecil yang memasarkan barang dagangannya ke masyarakat sekitarnya. Baru setelah Perang Dunia II ketika dunia mulai kawatir dengan kecukupan pangan bagi penduduknya, terjadilah peningkatan besar-besaran produksi pertanian melalui apa yang disebut Revolusi Hijau dan serangkaian peningkatan Agri-Tech yang canggih-canggih. Tetapi bisa jadi bukan ini arah pertanian ke depan, pertanian masa depan sangat mungkin justru berbalik ke mirip dengan apa yang terjadi di masa lampau. Mengapa ?
Ketika pertanian ditangani dengan pendekatan pabrikasi oleh perusahaan-perusahan besar – yang kemudian muncul istilah Fordism – industrialisasi pertanian seperti industri mobil, perusahaan-perusahaan raksasa-lah yang mampu menguasai pertanian – dengan orientasi keuntungan (profitability).
Di Amerika yang teknologi pertaniannya dianggap paling maju kini, 50 % pasarnya hanya dikuasai oleh 10 perusahaan besar saja. Perusahaan-perusahaan besar yang sama ini yang produknya rata-rata kita hafal di negeri ini – karena mereka juga menguasai – entah berapa besar porsi pasar pangan negeri ini.
Sampai saya tamat kuliah pertengahan tahun 1980-an, makan ayam goreng seperti yang disajikan di restaurant-restaurant fast food sekarang – masih sebuah kemewahan. Saat itu jaringan fast food terbesar di dunia baru memiliki sekitar 900-an outlet di seluruh dunia.
Jaringan fast food yang sama saat ini telah memiliki 32,000 outletnya di seluruh dunia. Dan dia tidak sendirian, jaringan fast food sejenis menyerbu seluruh penjuru dunia dengan berbagai merk dagangnya masing-masing sampai ke kota-kota yang sangat kecil sekalipun.
Bukan hanya jaringan fast food ini yang telah merevolusi makanan kita dalam beberapa decade terakhir, kalau kita masuk supermarket – aneka bentuk makanan ringan tetapi berat memenuhi rak-rak sampai konter-konter super market maupun minimarket.
Disebut makanan ringan agar orang  ringan tangan untuk merogoh kantongnya untuk membeli, agar ringan pula untuk memakannya tanpa berfikir panjang dampaknya terhadap kesehatan. Padahal sejatinya berat karena rata-rata makanan tersebut masuk kategori High Energy Density (HED) food, makanan yang padat energi tetapi miskin nutrisi. Isinya biasanya kaya akan unsur gula, garam atau lemak – disamping bumbu-bumbu penyedap rasa tentunya – yang entah dari mana sumbernya.
Dampak dari ini semua adalah apa yang sekarang menghantui dunia dengan  overweight dan bahkan obesity. Saat ini sekitar 1.5 milyar penduduk dunia mengalami overweight atau kegemukan dan hampir separuhnya sampai pada tingkat obesity. Pertumbuhannya menjadi eksponensial karena ada pen-trigger overweight dan obesity berikutnya. Apa itu ?
Ketika kwalitas makanan kita hanya kaya energi tetapi miskin nutrisi, aneka penyakit bermunculan – overweight dan obesity hanyalah salah satunya saja. Dijaman ini manusia melawan penyakit dengan antibiotik, lantas apa yang salah dengan antibiotik  ini ?
Dalam perut manusia menghuni ber-trilyun bakteri, ada yang jahat dan ada lebih banyak yang baik. Ketika manusia sehat bakteri yang baik membunuhi bakteri yang jahat, bahkan 70 % daya tahan tubuh kita dihasilkan di perut dengan melibatkan bakteri-bakteri yang baik tersebut.
Nasibnya seperti tanah yang dipupuk dengan pupuk kimia, itulah yang terjadi di perut kita ketika kita minum atau makan antibiotik. Antibiotik obat yang diproduksi manusia ini tidak disertai petunjuk oleh pembuatnya – bahwa dia hanya boleh membunuh bakteri jahat, maka dia membunuh bakteri apa saja yang ditemuinya.
Allah menciptakan perut manusia lengkap dengan switch on-off nya, kapan terasa lapar dan kapan terasa kenyang. Manusia modern kemudian bisa menjelaskan bahwa switch on rasa lapar itu adalah hormone ghrelin, dan switch off-nya adalah leptin. Kinerja swith on-off ini antara lain juga dipengaruhi kinerja bakteri yang disebut Heliobacter Pylori atau H Pylori.
Apa yang terjadi ketika sejak anak kita lahir di rumah sakit, setiap sakit dokter memberinya antibiotik ? Diantara sekian banyak bakteri yang terbunuh adalah H Pylori tersebut, apa yang terjadi ketika H Pylori punah atau berkurang populasinya ? seperti saklar listrik yang rusak di rumah, tidak jelas posisi on-off-nya.
Kekacauan inilah yang membuat anak-anak yang tumbuh dengan antibiotik juga menjadi rentan terhadap overweight – dan bahkan kini mulai dikenal istilah children obesity – kegemukan sejak kanak-kanak. Dahulu hanya orang dewasa yang bisa kegemukan, sekarang sejak anak-anak-pun sudah banyak yang menderita kegemukan yang melewati batas (obesity).
Itulah antara lain sebagian kecil saja dampak dari ketika makanan diurusi oleh perusahaan-perusahaan besar yang berorentasi profit, mereka tidak peduli dengan dampaknya pada kesehatan jangka panjang umat manusia secara keseluruhan – mereka tidak peduli hanya menjual energi yang miskin nutrisi – yang penting memiliki profit yang tinggi.
Allah sudah Maha Adil, makanan-makanan bernutrisi tinggi itu ditebarkan di sekitar kita melalui sayur-sayuran dan buah-buahan yang bisa tumbuh di mana saja. Yang kaya atau yang miskin sekalipun pasti bisa memproduksi makanannya sendiri – asal mau saja. Kita tetap perlu makan biji-bijian dan daging – yang mungkin sementara waktu masih harus diproduksi secara massal oleh perusahaan besar,  tetapi proporsional saja – tidak melebihi kwantitas makanan bernutrisi yang ada di buah dan sayur yang bisa kita produksi sendiri.
Untungnya sayur dan buah ini selain bisa tumbuh di mana saja dan kapan saja, dia juga bisa diberi nutrisi apa saja untuk pertumbuhannya – tidak harus membeli. Semua yang kita anggap sampah di sekitar kita, asal dia sampah organik bisa menjadi sumber nutrisi yang baik untuk tanaman sayur dan buah kita.
Kemudahan untuk menanam sayur dan buah bahkan di tanah-tanah sempit perkotaan inilah yang kemudian mulai menyadarkan manusia perkotaan untuk mengurusi makanannya sendiri. Selain mereka sadar berbagai dampak negatif dari ketergantungan pangan hasil industri, mereka juga mulai sadar bahwa cepat atau lambat manusia perkotaan memang harus bisa mengurusi makanannya sendiri.
Tahun 2045 mendatang ketika Indonesia memasuki seabad usia kemerdekaannya, kira-kira 85 % penduduk negeri ini akan ada di perkotaan. Secara total di seluruh dunia akan ada sekitar 70% yang tinggal di perkotaan. Siapa yang akan memenuhi makanan bagi mereka ini nantinya ?
Dua kemungkinannya, tetap menyerahkan ke industri yang semakin besar dan semakin mengejar keuntungan dengan berbagai dampaknya tersebut di atas. Atau mulai kita urusi makanan kita sendiri, sehingga kita tahu persis apa yang akan masuk ke mulut anak dan cucu-cucu kita bergenerasi kedepan.
Sedikit demi sedikit orang sekarang sudah mulai ada yang memilih jalur kedua ini, maka lahirlah Next G Farmers yaitu Urban Farmer – Happy Farmer – yang kita bahkan mulai melembagakan serangkaian pelatihan-pelatihan dan kampanyenya. Tidak hanya berhenti di sini tentu saja, kita juga akan mulai melembagakan pasar bagi para urban farmer ini, diantaranya yang insyaAllah ada setiap hari Sabtu di Bazaar Organic Said Naum – Tanah Abang – Jakarta.
Pasar berbasis komunitas yang sadar untuk mulai mengurusi makanannya sendiri ini juga menjadi trend di seluruh dunia – kita justru sudah agak telat – tetapi lebih baik telat daripada tidak mulai. Kebangkitan small scale farmers di Amerika telah melahirkan 8,000-an farmers market dalam decade terakhir ini saja, Pada waktu yang sama di Inggris telah muncul sekitar 500-an farmers market.
Bahkan di Inggris ada survey yang menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 1/3 rumah tangga Inggris, berbelanja di farmers market secara rutin. Alasannya kurang lebih seperti yang saya jelaskan di atas, karena dengan berbelanja di farmers market mereka menjadi tahu siapa yang memproduksi bahan makanan mereka, mereka menjadi merasa nyaman, mereka merasa ikut berusaha memperbaiki lingkungan.
Nah kapan kita mulai ? Kami telah memulainya dengan komunitas Happy Farmers yang selain mengadakan serangkain pelatihan , juga akan mulai memiliki pasar kita sendiri baik yang fisik seperti di Tanah Abang tersebut di atas , maupun yang berbasis teknologi untuk ekonomi berbagi (sharing economy) seperti yang sedang kita siapkan dengan 101salads.com Project. Anda bisa bergabung kapan saja, bila Anda melihat visi yang sama dengan kami.
Ilmu pertanian yang dikembalikan ke sumber-sumber daya alam sekitar, dan ilmu pemasaran yang difokuskan pada keterjangkuan bukan semata keuntungan – inilah ilmu masa depan yang harus mulai kita kuasai kembali, melaui ilmu inilah nantinya generasi anak cucu kita akan terus bisa makan sambil terus menjaga kesehatan dan keseimbangan alamnya. InsyaAllah.
Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Co-Founder)