Bila Saudi Arabia memiliki SABIC (Saudia Arabia Basic Industries Corporation) yang memproduksi segala macam chemicals, polymers dan fertilizers untuk kebutuhan pasar export, itu karena mereka punya bahan bakunya yang melimpah – yaitu hasil samping ekstraksi minyak. Kita tidak memiliki minyak sebanyak mereka, tetapi kita memiliki sumber bahan baku yang tidak kalah menariknya – yaitu garam laut. Garam ini sesungguhnya juga bisa menjadi bahan baku untuk industri dasar yang tiada habis-habisnya.
Hanya sekitar 6 % garam dunia yang dikonsumsi manusia untuk penyedap makanannya, selebihnya yang paling besar adalah untuk industri. Ada sekitar 14,000 – 15,000 jenis produk yang ada di sekitar kita yang dibuat dari garam atau proses produksinya memerlukan garam.
Semua produk berbasis kertas, plastic, PVC, metal, kaca dan kulit – proses atau sebagian bahannya memerlukan garam. Garam juga digunakan untuk industri pupuk, kesehatan, pertanian, industri minyak, sanitasi dan bahkan juga salah satu kandidat penghasil energy piezoelectric masa depan seperti Sodium Potassium Niobate dll.
Pertanyaannya adalah dengan potensi yang sangat besar dan bahan yang melimpah di negeri ini, mengapa kita justru mengimpor garam ? Banyak sekali alasannya. Diantaranya yang sering dikambing-hitamkan adalah kwalitas dan efisiensi pengolahan garam kita yang mayoritas masih dilakukan dengan cara yang sangat tradisional, sehingga industri – yang merupakan konsumen garam terbesar – memilih garam impor.
Tingkat produksi petani garam yang rendah dan harga jualnya-pun rendah, membuat nasib petani garam mirip dengan petani-petani lainnya di Indonesia yang sulit beranjak dari kemiskinan. Di sisi lain garam impor juga murah karena beberapa negeri memiliki tambang garam yang tinggal mengambilnya.
Namun semurah-murahnya garam impor, mestinya kita tetap bisa bersaing setidaknya untuk konsumsi industri dalam negeri – karena biaya pengiriman garam itu mahal. Maka fokusnya tinggal bagaimana kita bisa mendongkrak produktifitas dan kwalitas garam petani.
Untuk peningkatan produktifitas dan kwalitas ini, Alhamdulillah sudah dapat kami lakukan. Teknologi yang dimiliki oleh mitra-mitra iGrow Salt – mampu meningkatkan produktifitas garam sampai sekitar 7 kali dibandingkan dengan cara tradisional dan dengan kwalitas garam yang terbaik.
Tetapi kita tidak bisa berhenti di sini, produktifitas dan kwalitas barang terbaik sekalipun masih bisa dikalahkan oleh kepentingan dan politik dagang. Nasib garam ini mirip dengan gula, daging, beras, jagung, kedelai dan komoditi-komoditi lainnya di negeri ini. Kita bukannya tidak bisa swasembada, tetapi ada kepentingan dan kekuatan lain yang sangat besar yang sudah berlangsung lebih dari setengah abad ini – yang membuat kita tidak didorong untuk swasembada.
Maka memperbakinya harus menyeluruh dan bersama-sama dengan seluruh kekuatan yang ada di masyarakat. Karena modal bukan kekuatan kita – tetapi jama’ahlah kekuatan kita, dari sanalah kita bisa memulainya.
Bila 10 ha lahan garam yang kita mulai didanai ratusan orang dan menjadi ringan karenanya, mengapa tidak dengan pembangunan industri dasarnya ? Selain garamnya sendiri, garam dengan mudah bisa diolah menjadi bahan dasar seperti Sodium Bicarbonate (baking soda – NaHCO3), Sodium Hydroxide (caustic soda – NaOH) , KCl dlsb. yang selanjutnya menjadi bahan baku untuk berbagai jenis industri tersebut di atas.
Bayangkan dampak dari proses industrialisasi garam ini bila dilakukan secara massive, lapangan kerja akan terbuka sangat luas karena bahan bakunya yang melimpah di negeri ini. Lebih dari itu industri garam akan menjadi Natural Hedge yang secara harfiah akan berfungsi saling mengimbangi industri pertanian kita. Bila hujan baik industri pertanian yang berjaya, bila kemarau giliran industri garam yang ganti berjaya – InsyaAllah Indonesia tidak akan paceklik lagi !
Barangkali ini juga salah satu hikmah, mengapa garam menjadi satu dari enam komoditi penting yang disebut dalam hadits Nabi yang sahih berikut : “(Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, harus sama berat/ukuran dan harus dari tangan ke tangan (tunai). Juka jenisnya tidak sama, maka jual-beli-lah sesuka kalian asalkan dari tangan ke tangan (tunai)”. (HR. Bukhari)
Bila sesuatu disebut berurutan di dalam Al-Qur’an atau Hadits yang sahih, maka ada tingkat kepentingan yang relative sama satu sama lain atau yang disebut lebih dahulu yang dipentingkan. Artinya garam ini nyaris sepenting emas dan perak yang merepresentasikan uang, bahkan garam bener-bener bisa digunakan sebagai alat tukar jual beli sebagaimana hadits tersebut di atas.
Lantas apa yang bisa kita lakukan berikutnya ? kami ingin mengembangkan industri dasar berbasis garam ini tidak dengan pendekatan konglomerasi kapitalisme sebagaimana yang umum dilakukan orang di industri-industri besar selama ini. Ini era disruptive innovation startup, dimana pekerjaan dari rumah atau garasi rumahan-pun bisa mengambil alih peran raksasa-raksasa industri.
Era disruptive innovation ini mirip dengan era naqabah – ketika umat Islam berhasil membangun industri percetakan raksasa jauh sebelum mesin cetak ditemukan. Maka seperti naqabah waraqiin tersebutlah industri dasar berbasis garam ini bisa kita kembangkan.
Untuk mewujudkan ini, awalnya yang kami lakukan di Indonesia Startup Center hanya tiga yaitu meng-inspirasi, memotivasi dan men-challenge. Setelah ada yang bener-bener ter-inspirasi, termotivasi dan ter-challenge baru kami lanjutkan untuk secara all-out memfasilitasinya untuk merubah mimpi menjadi visi yang secara istiqomah dieksekusi dengan aksi.
Untuk memulainya, kami ingin membuat event dan untuk ini kami butuh event organizer yang tidak biasa. EO yang bisa mengubah lahan-lahan garam kami menjadi lokasi edu-tourism yang menarik berbagai kalangan yang mau meng-eksplorasi peluang di garam ini.
Bagi yang fit untuk pekerjaan semacam ini, atau yang sudah langsung bisa melihat peluang di Salt Basic Industries ini – saya sebut SALTBIC – agar kelak bisa lebih besar dari SABIC-nya Arab Saudi! silahkan menghubungi kami di : ceo@iou.id , dibaca I Owe You Indonesia karena kita memang serius ingin membangun Indonesia yang kemerdekaannya dahulu dibayar oleh darah dan air mata para pahlawan dan suhada kita.
Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Founder)
Idenya iGrow selalu luar biasa. Semoga berkah untuk semua timnya
artikel yang menarik