Daya beli uang kertas yang terus menurun secara umum bisa dilihat dari kenaikan harga barang-barang dari waktu ke waktu. Tentu yang paling baku sepanjang jaman pembandingnya adalah emas (Dinar) atau perak (Dirham). Bagaimana kalau Anda juga tidak yakin dengan emas atau perak ? Pilihannya adalah menggunakan pembanding harga komoditi-komoditi lainnya. Salah satu yang saya coba adalah menggunakan pergerakan harga pisang di pasar global. Mengapa pisang ?
Meskipun pisang adalah tanaman tropis, penggemarnya kini terus meningkat bahkan di negara-negara yang sama sekali tidak memproduksi pisang. Sekitar 54 % impor pisang di dunia didominasi oleh Amerika dan negara-negara Eropa. Di Amerika bahkan popularitas pisang mengalahkan buah asli negeri itu seperti anggur dan orange.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh World Bank, harga pisang dunia dalam US$ terus meningkat selama 30 tahun terakhir. Bila pada tahun 1985 harga pisang dunia hanya US$ 278/MT , tahun ini harga pisang berkisar di angka US$ 934/MT. Ini berarti pisang mengalami kenaikan rata-rata sekitar  1 % per tahun, kurang lebih sama dengan kenaikan rata-rata harga emas dalam US$ dan hampir dua kali kenaikan harga beras.
Peningkatan ini menjadi semakin tajam bila kita gunakan mata uang Rupiah, sayangnya saya hanya bisa mengumpulkan datanya untuk 20 tahun terakhir. Harga pisang dunia berada pada kisaran Rp 988,000/MT pada tahun 1995, sedangkan kini kisaran harganya berada pada angka Rp 12,895,000/MT atau naik menjadi 13 kalinya dalam 20 tahun terakhir. Kenaikan rata—rata harga pisang dalam Rupiah ini mencapai kisaran 14 %/tahun, hanya sedikit dibawah kenaikan harga emas  dalam Rupiah (16%/tahun)  dan jauh di atas kenaikan rata-rata harga beras yang berada pada kisaran 9%/tahun.
Source : World Bank
Trend harga pisang yang terus naik seiring dengan kenaikan harga komoditi lainnya tersebut setidaknya disebabkan oleh dua faktor. Pertama adalah hukum supply and demand biasa, yaitu ketika orang semakin menyukai pisang – semakin banyak demandnya – sementara supplynya tidak dapat sepenuhnya mengejar, maka harga terdorong naik.
Faktor kedua ya karena menurunnya daya beli uang kertas itu sendiri. Dari perbandingan harga dalam US$ dan dalam Rupiah tersebut di atas menunjukkan bahwa US$ memang masih lebih perkasa ketimbang Rupiah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.
Harga yang terus meningkat ini adalah bad news bagi konsumen pisang, tetapi good news bagi para produsennya. Sayangnya kita di Indonesia masih juga mengimpor pisang dalam jumlah besar – setara dengan sekitar 10 ribu hektar tanaman pisang.
Agar kita bisa ikut menikmati trend kenaikan harga pisang dunia tersebut, negeri ini mestinya harus berjuang keras menjadi produsen dan pengekspor pisang dunia.
Pisang bukan hanya masalah buah, apalagi hanya buah segar. Pisang adalah tanaman multi purpose yang semua komponennya bisa menjadi sumber biomassa bernilai tinggi. Jadi besar sekali kemungkinannya untuk menjadikan pisang sebagai basis industri biomassa di era bioeconomy dalam beberapa tahun kedepan.
Buahnya selain populer dimakan dalam kondisi segar, buah pisang bisa diolah menjadi tepung pisang, pulp, puree atau pasta. Setelah menjadi bahan setengah jadi ini, tidak terbatas produk makanan (Food) yang bisa dihasilkan dari bahan dasar pisang.
Kulit pisang merupakan bahan pakan ternak (Fodder) yang bergizi tinggi, bisa pula menjadi bahan pupuk (Fertilizer) karena kandungan mineralnya yang tinggi. Bahkan dengan pengolahan tertentu kulit pisang masih bisa menjadi camilan segar berupa nata dari kulit pisang.
Daun pisang merupakan sumber biomassa yang kaya cellulose, selain sebagai bahan produk kerajinan dan pembungkus alami – daun pisang sangat berpotensi untuk bahan packaging yang natural dan sepenuhnya biodegradable.
Jantung pisang selain bisa langsung diolah sebagaimana pengolahan sayuran tradisional, dia juga bisa menjadi bahan baku industri abon dan industri pangan lainnya. Serat-serat yang sudah terbentuk secara alami dari jantung pisang memungkinkan dia mudah diolah sebagai bahan pengganti daging bagi masyarakat vegetarian.
Bonggol pisang merupakan biomassa yang sangat potensial untuk bahan baku biomaterials seperti bioplastics, tree-free papers dan sejenisnya. Bahkan banyak juga yang bisa mengolahnya menjadi keripik atau makanan ringan lainnya.
Batang pisang adalah biomassa terbesar dari pohon pisang. Batang pisang ini seperti sampah bila tidak diolah, begitu kita bisa mengolahnya – khususnya bila kita bisa memisahkan tiga komponen utamanya yaitu cellulose, hemicellulose dan lignin – maka ketiganya merupakan bahan baku industri yang bernilai tinggi – Feedstocks.
Dari ketiga komponen ini (cellulose-hemicellulose- lignin) hampir keseluruhan benda-benda yang ada di sekitar kita, benda-benda kebutuhan kita – dapat dibuat. Mulai dari pengganti plastik, kertas sampai pengganti bahan bangunan. Dari bahan bakar sampai bahan obat dan pakaian, dari aspal sampai komponen pesawat terbang.
Yang menarik dari industri berbasis tanaman pisang tersebut adalah tidak ada batasan skala, bisa mulai dari skala berapa saja. Tidak ada batasan teknologi, karena dengan teknologi yang paling sederhana-pun kita sudah bisa memanfaatkan hampir keseluruhan dari pohon pisang tersebut.
Pisang juga tumbuh tidak seperti padi yang memerlukan tanah sawah terbaik dengan air melimpah, pisang bahkan bisa tumbuh di tanah marginal dengan air yang terbatas. Hampir semua tempat di negeri ini bisa menjadi tempat tumbuhnya tanaman pisang.
Dengan tingkatan harga tersebut kita juga mudah tahu nilai ekonomis dari menanam pisang ini. Dengan harga beras internasional saat ini hanya di kisaran Rp 5 juta /MT ; maka petani kita pasti sulit bersaing dengan beras impor bila pemerintah membuka kran impornya. Padahal untuk memproduksi beras dibutuhkan tanah terbaik – yaitu sawah dengan pengairan yang cukup.
Sebaliknya dengan pisang, dengan harga internasional yang mendekati Rp 13 juta/MT , tanah yang dibutuhkan juga tidak harus tanah terbaik, produktifitas lahan per hektar untuk pisang juga bisa 2-3 kali produktifitas padi rata-rata – maka sudah seharusnya kita melirik tanaman ini untuk pemberdayaan petani-petani kita, yang sekaligus juga akan dapat membangun kekuatan ekonomi baru berbasis pisang yang saya sebut sebagai Banananomics !
Ini bukan hanya sekedar ide, karena Anda dapat benar-benar menanam pisang bersama kami melalui program iGrow Pisang yang sampai akhir tahun ini saja kita targetkan siap sekitar 55 ha tanaman pisang intensif. Mudah-mudahan dengan tanaman surga yang satu ini kita bisa bener-bener membawa perbaikan di negeri ini. InsyaAllah.
Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Co-Founder)