Politik Pangan

Sudah kurang lebih setengah abad penduduk negeri ini makan beraneka ragam makanan yang berbahan baku impor seperti gandum. Ini seharusnya menggelitik pikiran kita, mengapa kita memilih bahan makanan impor ini ? Kalau memang karena rasa atau keunggulan lainnya, mengapa kita tidak menanamnya sendiri selama ini ? dan berbagai pertanyaan lainnya. Pertanyaan-pertanyaan ini sesungguhnya terjawab dengan sejumlah kasus korupsi yang melibatkan petinggi negeri ini – yang terkait dengan impor pangan.

 

Bahwa impor bahan pangan yang bernilai begitu besar itu bukan karena bahan pangan tersebut lebih enak, lebih bergizi atau tidak bisa ditumbuhkan di negeri ini – tetapi lebih karena perilaku koruptif para petinggi negeri yang berkolaborasi dengan para robber baron – yaitu para konglomerat yang membangun kerajaan business-nya melalui kedekatan dengan para petinggi negeri yang koruptif tadi.

 

Kasus gula impor yang menyeret pucuk pimpinan salah satu lembaga tinggi negara akhir-akhir ini, juga sebelumnya kasus import daging – hanyalah puncak-puncak gunung es yang terungkap melalui keberanian KPK untuk menangkap mereka yang terlibat.

 

Apa yang berada di bawah permukaan bisa jadi jauh lebih besar dari yang sudah terungkap tersebut di atas. Impor gandum kita misalnya, tahun lalu negeri ini nomor 2 terbesar di dunia – kita hanya kalah dari Mesir yang makanan utama rakyatnya memang roti, lha kita kan makan nasi ? mengapa begitu banyak impor gandum ?

 

Tahun lalu saja kita impor 9.1 juta ton gandum dengan nilai sekitar US$ 1.7 milyar atau sekitar Rp 22.5 trilyun. Dan trend ini terus meningkat sepanjang setengah abad terakhir, seiring dengan pertumbuhan penduduk kita dan perubahan pola makan kita.

 

Yang aneh adalah dengan pertumbuhan konsumsi bahan pangan dari gandum tersebut yang kini sudah begitu besar, mengapa tidak ada inisiatif untuk menanamnya di dalam negeri  setelah setengah abad berlalu ? Kemana para ahli pertanian dan pengusaha pertanian kita ?

 

Itulah masalahnya, urusan bahan pangan yang kita impor begitu besar ini bukan masalah teknis – tetapi masalah politik perdagangan global yang berkolaborasi dengan politik kepentingan individu atau kelompok penguasa negeri ini.

 

Dengan terbongkarnya sejumlah kasus pucuk gunung es tersebut di atas, sesungguhnya bisa menjadi kesempatan bagi para penguasa negeri ini yang ingin  membuktikan dirinya jujur – yang ingin membuktikan bahwa mereka bekerja untuk masa depan rakyat, untuk mulai membenahi urusan pangan ini.

 

Waktunyalah sekarang kita meluruskan untuk menanam makanan kita sendiri, dengan tanaman-tanaman terbaik yang memang mudah tumbuh di sekitar kita. Sejumlah besar biji-bijian, buah dan sayur tumbuh baik di negeri ini – sebagai bahan baku utama makanan kita, kita tidak akan kekurangan jenis tanaman yang bisa tumbuh baik di negeri yang termasuk paling kaya dalam biodiversity-nya ini.

 

Bahkan kalau toh kita sudah terlanjur jatuh cinta sama gandum karena lidah kita yang sudah terlanjur dilatih merasakannya selama setengah abad terakhir, itupun tidak jadi masalah – tidak ada alasan untuk tidak bisa menanam gandum di negeri ini juga.

Gandum usia 15 hari di tanah Jawa

Untuk membuktikan hal ini, saya dibantu organisasi non-profit dari Jepang , Seed of Life – mencoba menanam segenggam benih gandum yang asli – yang gen-nya belum rusak oleh berbagai rekayasa, juga bukan turunan F1 – benih gandum yang bener-bener asli, ternyata gandum yang asli juga tumbuh sangat baik di tanah Jawa.

 

Foto di atas adalah gandum yang saya tanam satu setengah bulan lalu, kini mulai menunjukan bulir-bulirnya yang mulai terisi. InsyaAllah gandum ini akan tua dan siap dipanen satu setengah bulan lagi – artinya gandum di tanah kita kemungkinan berusia antara 3 bulan sampai seratus hari dari tanam sampai panennya.

 

Dan gandum tidak seperti padi yang membutuhkan lahan sawah dengan air berlimpah, di tanah tegalan dan bahkan di pot-pot rumah orang kota gandum-pun bisa tumbuh baik. Di negeri ini setahun insyaAllah bisa panen 3 kali ! Jadi jauh lebih baik dari gandum-gandum yang ditanam di negeri empat musim asalnya.

 

Lalu apa masalahnya ?, tidak ada masalah bila saja ada kemauan para penguasa untuk mulai mengesampingkan kepentingan diri dan kelompoknya. Bahkan lebih jauh kalau pemimpin kita berperilaku cerdas seperti yang dilakukan Perancis, mereka akan membantu rakyatnya mendatangkan benih-benih bahan pangan yang dibutuhkan rakyatnya – bukan sebaliknya, mengkriminalisasi para penggerak benih alternative.

 

Di era G-Zero yang bisa terjadi kapan saja oleh berbagai faktor seperti perubahan geopolitik global, bencana alam dlsb – , negeri-negeri akan berusaha mengurus kebutuhan pangan bagi rakyatnya sendiri. Saat itu kita belum tentu bisa mengimpor bahan pangan yang sangat kita butuhkan seandainya-pun kita punya uang.

 

Maka pilihan menanam bahan makanan kita sendiri, selagi kita bisa ini menjadi suatu yang harus segera kita mulai. Bahkan ketika rangkaian peristiwa hari kiamat sudah mulai-pun kita masih diperintahkan menanam benih yang ada di genggaman kita, mengapa kita tidak lakukan sekarang juga ? InsyaAllah kita bisa, asal kita mau saja !

 

Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Founder)

(Visited 67 times, 1 visits today)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *