API Economy

API atau Application Programming Interface sebenarnya bukan baru, dia sudah ada sejak teknologi jaringan computer berkembang. Namun di era semua benda-benda teknologi bisa berhubungan satu sama lain atau yang dikenal dengan Internet of Things (IoT), peran API menjadi semakin penting dan menggerakkan economy dengan caranya sendiri. Empat tahun dari sekarang (2020) nilai economy baru yang digerakkan oleh improvisasi penggunaan API ini akan mencapai US$ 1.9 trilyun, atau lebih dari dua kali GDP Indonesia sekarang. Tidakkah kita ingin mengambil sepotong dari kue yang sangat besar ini ?

 

Utilisasi API untuk mendesign produk baru atau memperkaya fitur dari yang sudah ada ini juga bisa meliputi berbagai bidang kehidupan, sehingga ide-ide kreatif bisa timbul dari bidang apa  saja dan dari mana saja.

 

Dan tidak sesulit yang dibayangkankan oleh kabanyakan orang, mengambil peran dalam economy yang berbasis API ini juga bukan prerogative –nya para jawara IT. Yang diperlukan hanyalah wawasan yang luas bahwa semua yang berada di luar sana – dengan satu dan lain hal sudah saling terhubung.

 

Seperti jaringan saraf yang rumit, tetapi kita tidak perlu membuatnya sendiri semua – hampir hampir keseluruhannya sudah ada yang membuat. Yang perlu kita buat tinggal hal yang sangat spesifik dan unique yang itu merupakan kompetensi kita.

 

Prinsip dasar dari API economy ini adalah ‘focus on what you do best and connect with others to do the rest’. Yang berpeluang adalah mereka yang berwawasan luas bahwa semua yang di luar sana adalah potensi mitra untuk berkolaborasi.

 

Sebaliknya yang akan ketinggalan adalah mereka yang melihat bahwa semua yang diluar sana adalah potensi pesaing, yang merasa bisa an harus membuat semuanya sendiri. Mereka akan ketinggalan karena akan banyak sekali reinventing the wheel –membuat sesuatu yang sudah dibuat oleh orang lain, padahal belum tentu itu lebih baik, lebih aman dlsb.

 

Saya berikan contoh aplikasi API ini dengan sesuatu yang selama ini tidak terbayangkan, yaitu bagaimana petani-petani Indonesia bisa memperoleh pendanaan dari masyarakat investor global – lha wong bank-bank di dalam negeri-pun sangat enggan kok memberikan modal kepada mereka. Hanya sekitar 3 % dana perbankan di Indonesia yang mengalir ke dunia pertanian, inipun untuk petani besar – bukan petani kebanyakan.

 

Masalahnya begini, hasil dunia pertanian itu secara umum dipersepsikan beresiko dan tidak terlampau tinggi. Katakanlah kalau hasil pada tingkat petani 20 % dari modal, maka mereka hanya bisa berbagi hasil 50%/50% misalnya pada angka 10 % – angka ini kemungkinan besar tidak menarik bagi perbankan yang men-charge bunga bagi debitur-nya di kisaran 11-12% per tahun, juga kurang menarik bagi investor institusi maupun perorangan kebanyakan di negeri ini karena bunga deposito saja di kisaran 6% tanpa resiko.

 

Walhasil yang bersedia membiaya petani hanya segelintir orang yang bukan semata mengharapkan hasil lebih tinggi dari deposito, tetapi adalah mereka yang ada idealism untuk ingin berkontribusi dalam penyediaan makanan, ingin meninggalkan riba dlsb. Segmen inilah yang selama ini dibidik oleh iGrow misalnya, segmen investor yang masih punya idealism untuk berperan dalam memakmurkan bumi, memberi makan dan ingin meninggalkan riba.

 

iGrow menjadi menarik bagi investor kebanyakan sekalipun – bukan hanya investor yang memiliki idealism saja – justru dari negara-negara lain yang tingkat suku bunganya sangat rendah. Seorang wartawan dari Eropa yang datang ke kebun kami sangat terkejut ketika saya jelaskan petani-petani kita meskipun bisa berbagi hasil sampai 9-10% pertahun tetapi kesulitan memperoleh investor untuk memodali tanamannya.

 

Bagi wartawan keuangan Eropa tersebut, dengan bagi hasil yang 9-10% per tahun mestinya sudah diserbu oleh investor atau pemodal Eropa – karena rata-rata suku bunga deposito di Eropa hanya di kisaran 0.05% per tahun !

 

Masalahnya adalah, bagaimana investor atau pemodal Eropa bisa membanjiri modal ke petani kita ? itulah diperlukan API Economy tersebut. Diperlukan aplikasi dengan User Experience (UX) yang sangat menarik dan mudah digunakan, sehingga investor Eropa bisa semudah transaksi dengan perbankan mereka untuk objek-objek pertanian di Indonesia.

 

Dan target pasar itu bukan hanya investor retail Eropa, negara-negara lain yang suku bunga deposito-nya rendah , tiba-tiba bisa menjadi target pemodal yang menarik untuk mengalirkan pembiayaan bagi para petani kita di era API Economy – pembiayaan ini yang oleh bank local maupun investor local-pun dianggap kurang menarik dibandingkan deposito yang aman pada angka kisaran 6%.

 

Negeri seperti UAE suku bunga deposito pertahunnya hanya di kisaran 1.15 %, tetangga kita Brunei hanya 0.75%, Singapore 0.75 %, Qatar 0.70%, Kuwait 1.25%, Jepang 0.1 % dan masih banyak negeri-negeri lain yang investor individualnya bisa ditarik untuk membiayai sector pertanian di Indonesia.

 

Investasi asing di sector riil seperti pertanian ini juga lebih baik bagi negeri ini, karena kita akan bisa menyedot dana global – bukan dalam bentuk hot money seperti di bursa saham yang bisa ditarik kapan saja, tetapi dalam bentuk menggerakkan ekonomi riil yang hanya bisa ditarik ketika sudah menghasilkan panenan.

 

Pada saat itu ditarik seluruhnya juga ndak masalah, karena petani kita sudah menggunakannya untuk berproduksi, lapangan kerja sudah tersedia, dan ekonomi sudah berputar. Investor sector riil dan bersifat retail inilah yang bisa berkontribusi dalam menjaga stabilitas ekonomi di negeri ini. Hanya untuk memberikan dampak yang significant, investor retail itu jumlahnya harus sangat banyak – dan dari sanalah dibutuhkannya API Economy dengan UX yang menarik dan mudah digunakan itu.

 

Kembali ke prinsip dasar API Economy di atas, kita hanya perlu melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan, selebihnya menyerahkan orang lain yang bisa melakukan yang terbaik pula di bidangnya. Dan ini juga termasuk tugas pemerintah dan khususnya intitusi yang terkait untuk dapat menjaga stabilitas ekonomi, kepercayaan masyarakat global, peraturan yang kondusif dlsb.

 

Ada potensi besar sebesar dua kali GDP kita, kalau kita bisa meraih sepotong kue saja dari kue yang teramat besar ini – akan bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi kita yang sangat berarti. So , just let do it ! InsyaAllah.

 

Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Founder)

(Visited 254 times, 1 visits today)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *