Agromining

Dari beberapa kota tambang yang sempat saya kunjungi – apapun tambangnya, saya merasakan aura yang sama – yaitu aura non-sustainability, aura sunset seperti sore hari menjelang malam. Sesuatu yang diambil begitu saja dari bumi ini, cepat atau lambat pasti habis. Kota-kota tambang rata-rata mengandalkan ekonomi dan bahkan juga penduduknya dari aktivitas tambang, apa yang terjadi ketika era penambangan itu pada waktunya berakhir ? Salah satu solusinya ada pada istilah baru yang saya perkenalkan ini, yaitu agromining.

 

Daerah penambangan rata-rata sudah memiliki infrastruktur yang sangat lengkap, di tempat yang sangat jauh dan dalam-pun mereka memiliki akses jalan yang sudah baik. Sumber air, sumber energy, sampai supporting ecosystem seperti penyedia alat-alat berat, banking dan lain sebagainya sudah ada di kota itu.

 

Mereka juga rata-rata memiliki dana CSR yang sangat besar, sehingga pasti tidak berat untuk memulai research and development untuk pertanian yang canggih jauh sebelum era penambangan itu akan berakhir.

 

Pertanyaannya adalah apakah mungkin ekonomi pertanian bisa menggantikan ekonomi pertambangan yang putaran nilainya (turn-over) begitu tinggi ? Meskipun tidak mudah tentu saja, tetapi saya melihat ada peluang untuk itu.

 

Pertama harga produk-produk pertanian umumnya bisa sangat tinggi – tergantung dengan jenis tanaman yang ditanam. Kalau kita menanam padi harganya kurang dari Rp 5,000 per kg gabah, menanam buah bisa di atas Rp 10,000 per kg buah, memelihara sapi di kisaran Rp 35,000 per kg berat hidup, minyak atsiri dari beberapa ratus ribu sampai beberapa ratus juta per kg hasilnya, dst.

 

Intinya adalah tergantung dari pilihan produk pertanian apa yang hendak dihasilkannya, maka kemungkinan untuk menghadirkan turn-over ekonomi yang sama tinggi atau bahkan lebih tinggi itupun dimungkinkan.

 

Kedua yang sangat menarik adalah industri pertanian yang dibangun di (ex) kota tambang dia tidak perlu lagi mengeluarkan biaya investasi untuk infrastruktur yang sama dengan industri tambangnya – infrastruktur dari jalan sampai perumahan dan sarana umum sudah ada di situ – tinggal memelihara saja.

 

Begitupun untuk keperluan transportasi udara dan darat untuk para pekerja sampai transportasi laut untuk produk pertanian nantinya – rata-rata juga sudah ada di lokasi, kemewahan yang rata-rata tidak dimiliki oleh daerah pertanian.

 

Artinya dengan nilai investasi yang jauh lebih sedikit ketimbang awalnya kota tambang tersebut dibangun,  maka secara ekonomi-pun bertani di (eks) kota tambang ini bisa menjadi sangat menarik.

 

Lantas apa yang masih dibutuhkan ?,  yang masih dibutuhkan adalah perubahan mindset dan visi besar untuk berbuat yang berbeda dari para pemangku kepentingannya, untuk membangun ekonomi yang memberi atau menanam sesuatu, bukan sekedar mengambil dari yang sudah ada di bumi.

 

Tentu perlu kerja keras dan kerja cerdas, dan hasilnya-pun tidak akan instant – tetapi kalau direncanakan secara matang, di-riset dan dikembangkan secara mendalam jauh-jauh hari sebelum matahari tenggelam (sunset) di kota pertambangan, akan ada harapan esuk hari matahari – ekonomi baru – akan terbit kembali.

 

Saya melihat janji Allah itu pasti benarnya – kita diperintahkan untuk berjalan di muka bumiNya karena rezeki kita ada di sana. Kalau-lah kota tambang hanya dikunjungi oleh orang-orang pertambangan, maka potensi pertanian yang sangat besar mungkin tidak-lah nampak.

 

Tetapi ketika seorang petani blusukan ke kota tambang dan terkagum-kagum dengan segala infrasturktur-nya yang sudah ada – sesuatu yang di daerah pertanian/perkebunan yang biasa digelutinya infrastruktur semacam ini tidak terjangkau – maka yang dilihatnya adalah peluang besar untuk bisa bertani secara lebih baik lagi.

 

Dan secara nasional ada peluang ekonomi yang nilainya sekitar US$ 370 Milyar untuk memenuhi kebutuhan penduduk negeri ini akan pangan dan produk pertaniannya,  daerah mana yang akan paling siap mengambil peluang ini ? tentu daerah yang paling siap infrastruktur-nya, salah satunya ya (eks) kota-kota pertambangan ini.

 

Kembali yang dibutuhkan tinggal visi baru dan pola berpikir yang baru, maka diperlukan istilah baru seperti agromining ini agar bisa menjadi pemicunya – agar kota pertambangan tidak hanya melihat sunset, tetapi juga peluang untuk melihat sunrise – matahari akan terbit kembali esuk hari. InsyaAllah.

 

Oleh: Muhaimin Iqbal (iGrow Founder)

(Visited 462 times, 1 visits today)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *